Kota Malang adalah salah satu Kota Pendidikan terpenting di Indonesia dengan lebih dari 60 perguruan tinggi dan ratusan ribu mahasiswa yang datang dari berbagai penjuru Nusantara.
Sebagai wilayah yang berada pada episentrum Malang Raya, Kota Malang juga menjadi pusat perdagangan, jasa dan destinasi wisata yang sangat strategis di Jawa Timur, serta menawarkan aksesibilitas dan akomodasi yang sangat baik.
Dengan potensi sumber daya manusia yang luar biasa, Kota Malang saat ini tumbuh sebagai Kota Kreatif yang dinamis. Sebuah kota dimana keberagaman dirawat dengan budaya dan toleransi.
Kota ini adalah tempat untuk setiap insan menggapai potensi terbaiknya. Rumah dimana cerita menjadi sejarah panjang perjalanan Kota Malang.
Merunut sejarah panjang Kota Malang, berdasarkan prasasti Prasasti Kanjuruhan atau disebut juga Prasasti Dinoyo, dapat ditafsirkan bahwa pada pertengahan abad VIII Masehi telah berdiri satu pusat pemerintahan yang berbentuk kerajaan, yakni Kanjuruhan yang dipimpin oleh raja bijaksana bernama Deva Singha yang memiliki putra bernama Liswa/Limwa.
Setelah Raja Deva Singha wafat, kedudukannya digantikan oleh Liswa/Limwa yang kemudian bergelar Gajayana. Di masa kepemimpinan Raja Gajayana inilah Kanjuruhan yang merupakan cikal bakal Malang mengalami masa keemasan.
- Tahun 1767 Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC (Kompeni) menguasai wilayah Malang
- Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda dipusatkan di sekitar Kali Brantas
- Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
- Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat kota didirikan dan alun-alun dibangun.
- 1 April 1914, Malang ditetapkan sebagai Gemeente (Kotapraja)
- 1 Juli 1919, H. I. Bussemaker menjadi Burgemeester (wali kota) pertama
- 7 Juni 1937 Nomor AZ 407/43 dan disahkan oleh Gouvernemen Besluit Nomor 27 tanggal 25 April 1938, Kota Malang memiliki lambang dan semboyan Malang Nominor, Sursum Moveor’ yang berarti Malang Namaku, Maju Tujuanku
- 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
- 21 September 1945 Malang menjadi bagian wilayah Republik Indonesia
- 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda (Agresi Militer)
- 2 Maret 1950 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
- 30 Agustus 1950 Presiden Soekarno meresmikan Aloon-Aloon Boender atau disebut juga Aloon-Aloon Toegoe
- 30 Oktober 1951 lambang Kota Malang berganti berbentuk Burung Garuda yang membentangkan sayapnya berwarna kuning emas
- Di tahun 1964, lambang ketiga Malang ditetapkan yang berlaku hingga saat ini dengan semboyan Malangkuçeçwara yang bermakna Tuhan menghancurkan yang bathil, menegakkan yang benar
Di tahun 1962, dalam Sidang Paripurna DPR Gotong Royong Kotapraja Malang, perencanaan pembangunan Kota Malang diarahkan menjadi Kota Pendidikan/Kota Pelajar, Kota Pariwisata dan Kota Industri. Tiga pokok yang menjadi cita-cita masyarakat Kota Malang yang harus dibina dan kemudian disebut sebagai Tri BIna Cita Kota Malang
1 Januari 2001 menjadi Pemerintah Kota Malang
Gelar yang Disandang Kota Malang
Julukan ini diberikan atas kondisi alam Kota Malang yang indah, dikelilingi pegunungan dengan iklimnya yang sejuk dan membuat betah siapapun yang berkunjung ke kota ini.
Julukan ini lekat dengan Kota Malang dengan begitu banyaknya destinasi wisata, baik yang ada di wilayah Kota Malang maupun wilayah regional Malang Raya (Kabupaten Malang dan Kota Batu). Wisata kuliner, heritage, kampung tematik, taman kota, festival dan event, MICE, religi, serta sport tourism begitu beragam di Kota Malang. Posisinya yang strategis di tengah Malang Raya juga menjadi daya tarik wisatawan karena memudahkan menjangkau destinasi wisata alam pantai, gunung bromo dan berbagai wisata buatan theme park yang ada di Malang Raya.
Julukan ini sangat pantas disandang Kota Malang yang memiliki lebih dari 50 perguruan tinggi/akademi negeri dan swasta. Lebih dari 300 ribu mahasiswa dari berbagai penjuru nusantara untuk menempuh pendidikan di Kota Malang dan menjadikannya salah satu kota pendidikan terpenting di Indonesia bagian timur. Sejumlah perguruan tinggi ternama diantaranya Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Malik Ibrahim, Universitas Islam Malang, Institut Teknologi Nasional (ITN) dan Universitas Merdeka (Unmer).
Pada awal berdirinya kotapraja hingga era 80-an Kota Malang memiliki banyak industri sehingga lekat dengan julukan Kota Industri. Perlahan namun pasti, seiring perkembangan struktur dan pola ruang dalam konstelasi regional, tren industri bergeser ke sektor perdagangan dan jasa. Dalam dekade terakhir selaras dengan potensi sumber daya manusia yang terus mengemuka, ekosistem industri kreatif menjadi sektor baru yang tumbuh pesat dan digadang-gadang menjadi lokomotif penggerak masa depan ekonomi kota.
Suasana Kota yang damai sangat sesuai untuk beristirahat, terutama bagi orang dari luar kota Malang, baik sebagai turis maupun dalam rangka mengunjungi keluarga/famili. Banyak pula orang yang memilih menghabiskan masa tua di Kota Malang dengan alasan yang sama.
Berbagai catatan sejarah termasuk prasasti menjadi bukti kisah panjang Kota Malang. Mulai dari peranannya dalam perkembangan kerajaan-kerajaan besar, seperti Singosari, Kediri, Mojopahit, Demak dan Mataram hingga era kolonial, era kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan Republik Kota Malang tercatat masuk nominasi akan dijadikan Ibukota Negara Republik Indonesia.
Maka tak pelak Kota Malang pun memiliki banyak peninggalan sejarah serta cagar budaya baik yang berbentuk bangunan maupun non bangunan. Diantara bangunan bersejarah yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah Alun-Alun dan Tugu Kemerdekaan, Gedung Balai Kota, Gereja Hati Kudus Kayutangan, Gereja Ijen, Stasiun Kota Baru, Bangunan Kembar Rajabali, Jembatan Kahuripan dan Majapahit, Rumah Makan Oen, Gedung Bank Indonesia, dan masih banyak lagi.
Pemerintah Kota Malang terus melakukan upaya perlindungan cagar budaya, diantaranya dengan menetapkan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2018 tentang Cagar Budaya Kota Malang. Sebanyak 32 bangunan juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang tidak boleh diubah begitu saja demi pembelajaran bagi generasi masa kini dan masa depan.
Julukan Malang Kota Bunga erat kaitannya dengan banyaknya taman dan ragam pepohonan yang menghiasi Kota Malang. Hal ini tidak lepas dari konsep rancangan kota taman yang diwariskan Thomas Karsten. Salah satu yang terindah adalah Taman Alun-Alun Tugu yang sempat secara berturut-turut meraih predikat taman kota terbaik nasional di awal dekade 2010-an. Ditengah perkembangan kota, upaya menjaga keindahan taman terus diperjuangkan Pemerintah Kota Malang diantaranya dengan Revitalisasi Alun-Alun Malang, Taman Trunojoyo, Taman Merbabu, Taman Kunang-Kunang, Taman Slamet, Hutan Kota Malabar, Taman Merjosari, serta Kebun Bibit Mojolangu dan Tunggulwulung.
Demografi dan Sosial Budaya
Kota Malang memiliki luas 111,08 Km² (Sumber : Perda Nomor 6 Tahun 2022 Tentang RTRW Kota Malang Tahun 2022-2042). Berdasarkan data Kota Malang Dalam Angka Tahun 2023 penduduk Kota Malang berjumlah 847.182 jiwa. Kepadatan penduduk adalah 7.627 jiwa per kilometer persegi. Populasi tersebut tersebar di 5 (lima) Kecamatan yakni :
Kecamatan Klojen : 93.990 jiwa
Kecamatan Blimbing : 182.851 jiwa
Kecamatan Kedungkandang : 209.375 jiwa
Kecamatan Sukun : 196.860 jiwa
Kecamatan Lowokwaru : 164.106 jiwa
Wilayah administratif Kota Malang selanjutnya terbagi ke dalam 57 Kelurahan, 551 RW dan 4.278 RT.
Penduduk Kota Malang berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2023 tercatat terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 421.340 jiwa (49,73%) dan penduduk perempuan sebanyak 425.842 jiwa (50,27%).
Berdasarkan komposisi usia, mayoritas penduduk Kota Malang berada pada usia produktif yakni sebanyak 591.575 jiwa atau sebesar 69,86% dari total populasi kota.
Masyarakat Malang sebagian besar adalah pemeluk Islam kemudian Kristen, Katolik dan sebagian kecil Hindu dan Budha. Umat beragama di Kota Malang terkenal rukun dan saling bekerja sama dalam memajukan Kotanya. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak jaman kolonial antara lain Masjid Jami (Masjid Agung), Gereja (Alun2, Kayutangan dan Ijen) serta Klenteng di Kota Lama. Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren dan Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara.
Etnik Masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA). Komposisi penduduk asli berasal dari berbagai etnik (terutama suku Jawa, Madura, sebagian kecil keturunan Arab dan Cina)
Kekayaan etnik dan budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisonal yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah Tari Topeng, namun kini semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan gaya kesenian Jawa Tengahan (Solo, Yogya), Jawa Timur-Selatan (Ponorogo, Tulungagung, Blitar) dan gaya kesenian Blambangan (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi). Kota Malang juga memiliki kekayaan khasanah seni batik yang diantaranya dicirikan dengan penggunaan motif bunga, topeng, tugu, trembesi, dan teratai.
Bahasa Jawa dialek Jawa Timuran dan bahasa Madura adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang. Dikalangan generasi muda berlaku dialek khas Malang yang disebut ‘boso walikan’ yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, contohnya : seperti Malang menjadi Ngalam. Gaya bahasa di Malang terkenal kaku tanpa unggah-ungguh sebagaimana bahasa Jawa kasar umumnya. Hal menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi.
Kebanyakan pendatang adalah pedagang, pekerja dan pelajar / mahasiswa yang tidak menetap dan dalam kurun waktu tertentu kembali ke daerah asalnya. Sebagian besar berasal dari wilayah disekitar Kota Malang untuk golongan pedagang dan pekerja. Sedang untuk golongan pelajar / mahasiswa banyak yang berasal dari luar daerah (terutama wilayah Indonesia Timur) seperti Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur, Irian Jaya, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.