apbd

          Kota Malang seperti kota-kota lain di Indonesia pada umumnya baru tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda. Pada masa itu tata ruang kota dirancang sedemikian rupa oleh pemerintahan kolonial dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan keluarga-keluarga Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai.

        Pada Tahun 1879, di Kota Malang mulai beroperasi kereta api dan sejak itu Kota Malang berkembang dengan pesatnya. Berbagai kebutuhan masyarakat semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.

Penataan ruang Kota Malang pada masa itu tidak lepas dari karya Herman Thomas Karsten. Arsitek kelahiran Amsterdam tahun 1884 ini diangkat menjadi penasihat perencanaan Kota Malang pada 1929. Karsten terlibat aktif dalam rencana pengembangan kota yang disebut Bouwplan I-VIII yang di dalamnya menyiapkan antisipasi perkembangan hingga 25 tahun ke depan. Salah satu karyanya adalah Ijen Boulevard yang hingga kini menjadi salah satu landmark heritage Kota Malang.

        Sejalan perkembangan tersebut di atas, urbanisasi terus berlangsung dan kebutuhan masyarakat akan perumahan meningkat di luar kemampuan pemerintah, sementara tingkat ekonomi urbanis sangat terbatas, yang selanjutnya akan berakibat timbulnya perumahan-perumahan liar yang pada umumnya berkembang di sekitar daerah perdagangan, di sepanjang jalur hijau, sekitar sungai, rel kereta api dan lahan-lahan yang dianggap tidak bertuan. Selang beberapa lama kemudian daerah itu menjadi perkampungan, dan degradasi kualitas lingkungan hidup mulai terjadi dengan segala dampak bawaannya. Gejala-gejala itu cenderung terus meningkat, dan sulit dibayangkan apa yang terjadi seandainya masalah itu diabaikan.

  1. Malang merupakan sebuah kerajaan yang berpusat di wilayah Dinoyo, dengan Raja Gajayana.
  2. Tahun 1767 kompeni memasuki kota
  3. Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda dipusatkan di sekitar Kali Brantas
  4. Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
  5. Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat kota didirikan dan kota didirikan alun-alun dibangun.
  6. 1 April 1914 Malang ditetapkan sebagai Kotapraja
  7. 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
  8. 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
  9. 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
  10. 2 Maret 1950 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
  11. 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang

Gelar yang disandang KOTA MALANG

Julukan ini diberikan atas kondisi alam Kota Malang yang indah, dikelilingi pegunungan dengan iklimnya yang sejuk dan membuat betah siapapun yang berkunjung ke kota ini.

Julukan ini lekat dengan Kota Malang dengan begitu banyaknya destinasi wisata, baik yang ada di wilayah Kota Malang maupun wilayah regional Malang Raya (Kabupaten Malang dan Kota Batu).  Wisata kuliner, heritage, kampung tematik, taman kota, festival dan event, MICE serta religi begitu beragam di Kota Malang.  Posisinya yang strategis di tengah Malang Raya juga menjadi daya tarik wisatawan karena memudahkan menjangkau destinasi wisata alam pantai, gunung bromo dan berbagai wisata buatan theme park yang ada di Malang Raya.

Julukan ini sangat pantas disandang Kota Malang yang memiliki lebih dari 50 perguruan tinggi/akademi negeri dan swasta.  Lebih dari 300 ribu mahasiswa dari berbagai penjuru nusantara untuk menempuh pendidikan di Kota Malang dan menjadikannya salah satu kota pendidikan terpenting di Indonesia bagian timur.  Sejumlah perguruan tinggi ternama diantaranya Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Malik Ibrahim, Universitas Islam Malang, Institut Teknologi Nasional (ITN) dan Universitas Merdeka (Unmer).

Pada awal berdirinya kotapraja hingga era 80-an Kota Malang memiliki banyak industri sehingga lekat dengan julukan Kota Industri.  Perlahan namun pasti, seiring perkembangan struktur dan pola ruang dalam konstelasi regional, tren industri bergeser ke sektor perdagangan dan jasa.  Dalam dekade terakhir selaras dengan potensi sumber daya manusia yang terus mengemuka, ekosistem industri kreatif menjadi sektor baru yang tumbuh pesat dan digadang-gadang menjadi lokomotif penggerak masa depan ekonomi kota.

Suasana Kota yang damai sangat sesuai untuk beristirahat, terutama bagi orang dari luar kota Malang, baik sebagai turis maupun dalam rangka mengunjungi keluarga/famili.  Banyak pula orang yang memilih menghabiskan masa tua di Kota Malang dengan alasan yang sama.

Berbagai catatan sejarah termasuk prasasti menjadi bukti kisah panjang Kota Malang.  Mulai dari peranannya dalam perkembangan kerajaan-kerajaan besar, seperti Singosari, Kediri, Mojopahit, Demak dan Mataram hingga era kolonial, era kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.  Pada awal kemerdekaan Republik Kota Malang tercatat masuk nominasi akan dijadikan Ibukota Negara Republik Indonesia.

Maka tak pelak Kota Malang pun memiliki banyak peninggalan sejarah serta cagar budaya baik yang berbentuk bangunan maupun non bangunan.  Diantara bangunan bersejarah yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah Alun-Alun dan Tugu Kemerdekaan, Gedung Balai Kota, Gereja Hati Kudus Kayutangan, Gereja Ijen, Stasiun Kota Baru, Bangunan Kembar Rajabali, Jembatan Kahuripan dan Majapahit, Rumah Makan Oen, Gedung Bank Indonesia, dan masih banyak lagi.

Pemerintah Kota Malang terus melakukan upaya perlindungan cagar budaya, diantaranya dengan menetapkan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2018 tentang Cagar Budaya Kota Malang.  Sebanyak 32 bangunan juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang tidak boleh diubah begitu saja demi pembelajaran bagi generasi masa kini dan masa depan.

Julukan Malang Kota Bunga erat kaitannya dengan banyaknya taman dan ragam pepohonan yang menghiasi Kota Malang.  Hal ini tidak lepas dari konsep rancangan kota taman yang diwariskan Thomas Karsten.  Salah satu yang terindah adalah Taman Alun-Alun Tugu yang sempat secara berturut-turut meraih predikat taman kota terbaik nasional di awal dekade 2010-an.  Ditengah perkembangan kota, upaya menjaga keindahan taman terus diperjuangkan Pemerintah Kota Malang diantaranya dengan Revitalisasi Alun-Alun Malang, Taman Trunojoyo, Taman Merbabu, Taman Kunang-Kunang, Taman Slamet, Hutan Kota Malabar, Taman Merjosari, serta Kebun Bibit Mojolangu dan Tunggulwulung.

Demografi dan Sosial Budaya

Kota Malang memiliki luas 114,26 Km². Berdasarkan data Kota Malang Dalam Angka Tahun 2021 penduduk Kota Malang berjumlah 843.810 jiwa.  Kepadatan penduduk adalah 7.667 jiwa per kilometer persegi.  Populasi tersebut tersebar di 5 (lima) Kecamatan yakni :

Kecamatan Klojen : 94.112 jiwa

Kecamatan Blimbing : 182.331 jiwa

Kecamatan Kedungkandang : 207.428 jiwa

Kecamatan Sukun : 196.300 jiwa

Kecamatan Lowokwaru : 163.639 jiwa

Wilayah administratif Kota Malang selanjutnya terbagi kedalam 57 Kelurahan, 551 unit RW dan 4.278 unit RT.

Penduduk Kota Malang berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2020 tercatat terdiri dari sebanyak 419 901 orang laki-laki (49,76%) dan 423.909 orang perempuan (50,24%).

 

Berdasarkan komposisi usia, mayoritas penduduk Kota Malang berada pada usia produktif yakni sebanyak 591.587 jiwa atau sebesar 70,15% dari total populasi kota.

Masyarakat Malang sebagian besar adalah pemeluk Islam kemudian Kristen, Katolik dan sebagian kecil Hindu dan Budha. Umat beragama di Kota Malang terkenal rukun dan saling bekerja sama dalam memajukan Kotanya. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak jaman kolonial antara lain Masjid Jami (Masjid Agung), Gereja (Alun2, Kayutangan dan Ijen) serta Klenteng di Kota Lama. Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren dan Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara.

Etnik Masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA). Komposisi penduduk asli berasal dari berbagai etnik (terutama suku Jawa, Madura, sebagian kecil keturunan Arab dan Cina)

Kekayaan etnik dan budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisonal yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah Tari Topeng, namun kini semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan gaya kesenian Jawa Tengahan (Solo, Yogya), Jawa Timur-Selatan (Ponorogo, Tulungagung, Blitar) dan gaya kesenian Blambangan (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi). Untuk mengetahui lebih jauh tentang daerah2 lain disekitar Kota malang silahkan kunjungi : Daerah Sekitar Kota Malang.

Bahasa Jawa dialek Jawa Timuran dan bahasa Madura adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang. Dikalangan generasi muda berlaku dialek khas Malang yang disebut ‘boso walikan’ yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, contohnya : seperti Malang menjadi Ngalam. Gaya bahasa di Malang terkenal kaku tanpa unggah-ungguh sebagaimana bahasa Jawa kasar umumnya. Hal menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi.

Kebanyakan pendatang adalah pedagang, pekerja dan pelajar / mahasiswa yang tidak menetap dan dalam kurun waktu tertentu kembali ke daerah asalnya. Sebagian besar berasal dari wilayah disekitar Kota Malang untuk golongan pedagang dan pekerja. Sedang untuk golongan pelajar / mahasiswa banyak yang berasal dari luar daerah (terutama wilayah Indonesia Timur) seperti Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur, Irian Jaya, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.

 

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Listen to Post”]

Skip to content