Jakarta – Forum Sinergitas ‘RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah_red) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional_red) Tahun 2015-2019’ yang diprakarsai DPRD Provinsi Jawa Timur dan Bappeda Provinsi Jawa Timur digelar di Grand City Ballroom Hotel Grand Mercure, Jakarta, Jumat (3/3).
Forum sinergitas ini dihadiri oleh 38 wali kota/bupati di Provinsi Jawa Timur, Ketua DPR RI, Ketua Banggar DPR RI, anggota DPR Dapil Jawa Timur dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa forum sinergitas yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur adalah yang pertama kali di Indonesia dan bisa ditiru provinsi lain. “Kami menyambut baik prakarsa dari DPRD Jatim. Ini tradisi baru dalam menyusun RPJMD dengan melibatkan seluruh stakeholder di Jatim. Gubernur, bupati, wali kota, bersama DPRD dan DPR RI dan Bappenas ikut membahas sinergitas RPJMD dan RPJMN,” terang Novanto.
Sementara itu Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang didapuk sebagai narasumber dalam kegiatan ini menekankan pentingnya peningkatan daya saing Jatim. Hal tersebut penting dilakukan karena melihat perkembangan di era global yang semakin kompleks. Jika daya saing bisa ditingkatkan, maka berbagai peluang di pasar global akan bisa dimanfaatkan secara optimal.
Menurut Pakdhe Karwo, demikian Gubernur Jawa Timur itu akrab disapa, ada empat strategi untuk meningkatkan daya saing Jatim, yakni stabilitas makro ekonomi, pemerintahan dan tata letak kelembagaan, keuangan, bisnis dan kondisi tenaga kerja, serta kualitas hidup dan pengembangan infrastruktur.
Tentang strategi makro ekonomi misalnya, Pakdhe Karwo menjelaskan peran penting Jatim terhadap perekomomian wilayah lain di Indonesia. Secara geografi politik, dan geógrafi ekonomi, posisi Jatim sebagai center of gravity di Indonesia. Posisi inilah yang membuat Jatim bisa unggul dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,55 persen, di atas nasional yang hanya 5,02 persen.
Strategi lain yang juga diterapkan untuk memperkuat makro ekonomi adalah dengan membentuk ‘Atase Perdagangan Dalam Negeri’ yang berupa Kantor Perwakilan Dagang (KPD). Saat ini sudah beroperasi 26 KPD Jatim di berbagai provinsi. Dampaknya sudah bisa dilihat, yakni meningkatnya kinerja perdagangan Jatim yang pada tahun 2016 mencapai Rp 100,56 triliun. “Perdagangan dalam negeri kita bagus 20 persen lebih. Perdagangan Jatim dengan ASEAN surplus 890.471 ribu US Dollar. Pertama kali surplus dengan Singapura,” jelasnya.
Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim sebesar Rp. 1.855,04 triliun, Jatim memberi sumbangan sebesar 14,95 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto_red) Nasional yang mencapai Rp. 12.406,80 triliun. Dari total PDRB Jatim, sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar yakni sebanyak 28,92 persen, dilanjutkan dengan perdagangan mencapai 18 persen, dan pertanian sebanyak 13,31 persen. Itu menandakan bahwa industrialisasi saat ini sudah menjadi lokomotif pembangunan Jatim.
Di bidang pemerintahan dan tata kelembagaan, Pemprov Jatim menempuh strategi melakukan formulasi reformasi birokrasi melalui regulasi, sumber daya manusia atau leadership, teknologi informasi, dan kontrol masyarakat.
Selain itu, pembangunan pelabuhan dan bandara juga menjadi bagian penting dalam memperkuat infrastruktur di Jatim. “Pertumbuhan ekonomi ditopang pelabuhan dan bandara. Seperti Bandara Juanda bisa diperbesar kapasitasnya (terminal 3), Abdulrahman Saleh Malang juga bisa jadi bandara internasional. Juga dilakukan pengembangan bandara di Bawean, Trunojoyo, Belimbingsari, Kangean, Masalembo, dan Tulungagung,” jelas Pakdhe Karwo.
Sinergitas seperti ini, menurut Walikota Malang H. Moch. Anton perlu juga dibangun ditingkat provinsi dengan tingkat kota, sehingga keselarasan mata rantai perencanaan bisa terbangun dari pusat hingga tingkat kota/kabupaten.
“Termasuk permasalahan-permasalahan yang membutuhkan penanganan secara berjenjang dapat dikonkretkan solusinya. Seperti yang diungkapkan Pakdhe Karwo terkait dengan isu kekinian atas jalan provinsi dan jalan nasional yang rusak serta sepengetahuan warga itu ada di wilayahnya (kota/kabupaten_red) namun tidak bisa tertangani. Ini harus ada solusi,” terang pria yang kerap disapa Abah Anton itu. (say/yon)