Klojen, (malangkota.go.id) – Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji bersama jajaran menyambut tamu dari Bali yang sedang menjalani Napak Tilas Warisan Keluhuran di Gazebo Balai Kota Malang, Senin (10/2/2020).
Suasana akrab tercipta antara Sutiaji dengan tamu dari dari Komunitas Kali dan Budaya, Perkumpulan Cakrawala Mandala Dwipantra Serta Pemangku Adat dan Agama dari Provinsi Bali. Pertemuan ini semakin menambah akrab dan penuh kekeluargaan hubungan Kota Malang dengan Bali yang sudah terbangun sejak lama.
Juru bicara pemangku adat dan agama dari Provinsi Bali Jro Pendesa Sumampang Wayan Witra mengatakan merasa sangat terkejut dan bahagia pasalnya disambut langsung oleh Wali Kota Malang yang menurutnya sambutan ini benar-benar di luar perkiraan.
“Kami sampai tidak bisa berkata apa-apa untuk mengungkapkan kebahagiaan ketika bisa bertemu langsung dengan Wali Kota Malang. Rasa persaudaraan diantara kita selaku warga negara Indonesia sudah terjalin erat walaupun kita berbeda-beda agama,” jelasnya.
Ditambahkannya, bawha di Kota Malang sudah dari dulu terbukti tidak pernah ada masalah. “Anak-anak kami, adik-adik kami yang menuntut ilmu di Kota Malang. Itu yang kami banggakan dari dulu sampai sekarang,” imbuhnya lagi.
Sementara itu, Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji mengaku senang atas kunjungan dari Bali ke Kota Malang, di mana selama ini orang Bali juga sangat membantu di kota ini, khususnya untuk umat agama Hindu di Malang. “Kami sangat banyak dibantu rekan-rekan umat Hindu di Malang. Terutama untuk mencintai budaya dan membendung arus westernisasi yang sangat sejalan dengan misi kami,” terang Sutiaji.
Wali Kota Malang juga berharap agar rasa persaudaraan terus dieratkan, tidak untuk dicerai-beraikan melainkan untuk saling menguatkan. “Mudah-mudahan nilai kebaikan yang anda tanam di Bali, nanti bisa ditinggalkan di sini dan kami mampu mengambil kebaikan yang anda berikan,” jelasnya.
“Indonesia ini sudah kena virus westernisasi. Kalau modernisasi itu baik, kalau westernisasi itu mengikuti kebarat-baratan tapi tidak melihat ruh dari filosofinya, sehingga, kalau ini tidak kita rem dengan budaya dan kuatnya sebuah agama, maka tidak bisa menutup kemungkinan Indonesia tinggal nama,” ujarnya. (cah/ram/hms/yon)