Kedungkandang (malangkota.go.id) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang ke-77 secara sederhana di Kantor PWI Malang Raya, Kamis, (9/2/2023). Usai menggelar khotmil Qur’an dilakukan potong tumpeng dan doa bersama yang juga diikuti jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Malang.
Doa juga dipanjatkan untuk warga Turki yang saat ini sedang dilanda duka karena diguncang gempa berkekuatan besar. Pada momen ini, Wakil Ketua PWI Malang Raya, Muhammad Taufiq mengajak para wartawan agar tetap profesional dan tidak ada keberpihakan saat menjalankan profesinya.
Menurutnya, kode etik jurnalistik dan uji kompetensi wartawan akan menjadi filter, tolok ukur dan kiblat bagi wartawan profesional. “Dengan demikian, nantinya kerja-kerja jurnalistik ini akan memberi edukasi, literasi dan solusi bagi masyarakat,” imbuhnya.
Begitu juga seiring dengan kemajuan teknologi informasi, maka media mainstream (media arus utama) harus lebih berkemajuan, memiliki akurasi dan bisa menjadi rujukan masyarakat. “Yang jelas begini, semakin usia bertambah, orang harus bertambah dewasa. Artinya, organisasi ini menjadi satu organisasi tertua untuk bisa menjadi tumpuan bagi semua wartawan yang tergabung dalam PWI,” ungkap Taufiq.
Apresiasi, masukan dan saran disampaikan oleh Wali Kota Malang, Drs. H. Sutiaji yang juga hadir di acara peringatan HPN ini. Menurut pria berkacamata itu, kerja jurnalistik atau pemberitaan media selama ini sudah baik dan ke depan hendaknya lebih baik lagi. “Yang tak kalah penting, tanpa adanya media maka program-program kerja sebuah institusi tidak akan tersampaikan kepada masyarakat”, bebernya.
Ditambahkan orang nomor satu di jajaran Pemkot Malang itu, ke depan tantangan media semakin berat, karena saat ini saja sudah banyak platform media. “Akurasi data menempel langsung kepada moralitas dan integritas wartawan. Sehingga uji kompetensi menjadi salah satu keharusan,” sambun Sutiaji.
Hal tersebut menurutnya karena media membawa pesan yang luar biasa, seperti moral force, agent of change dan agent of education karena menjadi salah satu pilar demokrasi. “Sehingga ketika menyuarakan kebenaran dan kebaikan, tidak pernah oportunis dan tidak terkooptasi dengan hal apapun,” pungkas Sutiaji. (say/yon)