Berita Pembangunan dan Lingkungan Hidup umkm

PALiM Eco Friendly, Olah Jelantah Selamatkan Lingkungan Hasilkan Cuan

Kedungkandang (malangkota.go.id) – Minyak bekas pakai atau yang biasa kita sebut minyak jelantah acapkali dianggap sebagai limbah rumah tangga yang tidak berguna lagi. Namun, walau dianggap sebagai sampah, ternyata minyak jelantah memiliki nilai ekonomis. Minyak jelantah ini ternyata dapat diolah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai manfaat, seperti sabun, lilin, hingga biodiesel.

Limbah Jelantah yang akan diolah kembali menjadi produk yang memilki nilai ekonomi dan kemanfaatan

Di Kota Malang, ada banyak tempat pengepul minyak jelantah. Salah satunya adalah PALiM Eco Friendly yang terletak di Jalan Kolonel Sugiono No. 227, Kelurahan Mergosono, Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Di tempat ini, setiap liter minyak jelantah yang disetorkan oleh masyarakat dikompensasi dengan uang sebesar Rp5.000,00 (harga saat ini). Tak hanya minyak jelantahnya, bahkan ampas hingga sisa gorengan pun bernilai rupiah, karena bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Tak melulu menghasilkan rupiah, kehadiran wadah seperti PALiM Eco Friendly ini mampu mengurangi limbah minyak goreng di lingkungan masyarakat dan menghindari pencemaran lingkungan.

Penggagas PALiM Eco Friendly, Hari Suprayitno mengungkapkan bahwa minyak jelantah yang terkumpul ini tak hanya berasal dari Kota Malang saja, namun juga hingga luar kota di Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, dan Pandaan. Eksis sejak tahun 2017, PALiM Eco Friendly setiap harinya mampu mengumpulkan ratusan liter jelantah.

“Kalau di kami sehari bisa terkumpul sampai 500 liter. Tidak cuma dari resto atau hotel, kami juga ambil dari ibu-ibu rumah tangga, dan kami tidak ada pembatasan, berapapun bisa kami ambil atau disetor ke sini. Lalu, minyak jelantah ini diekspor ke Belanda untuk diolah menjadi biodiesel. Untuk proses ekspornya kami kerja sama dengan pabrik di wilayah Turen,” cerita Hari kala ditemui di kantornya, Kamis (6/2/2025).

Hari juga menceritakan jika awalnya usaha ini berlabel Siklus Hijau. Seiring berjalannya waktu, Hari mengubah nama menjadi PaLim yang merupakan akronim dari ‘Pahlawan Limbah’. “Ini sekaligus menjadi ajakan bagi masyarakat untuk makin menggencarkan ramah lingkungan dan mengolah limbah dengan tepat. Jadi kami rasa kalau pakai nama PALiM ini lebih masuk lah,” lugasnya.

Tak sekadar mendulang rupiah, melalui usahanya ini Hari juga ingin mengajak masyarakat untuk menjaga alam agar tetap lestari, yakni dengan tidak membuang minyak bekas pakai dengan sembarangan. Karena itulah, dalam berbagai kesempatan Hari juga menggelar sosialisasi kepada kelompok masyarakat seperti PKK atau kala ada perkumpulan warga. Hari pun tak lelah terus mengedukasi masyarakat untuk ikut andil menjadi pahlawan bagi lingkungannya.

“Seringkali kan kita buang jelantah langsung begitu saja di saluran pembuangan air, bak cuci piring, bahkan ke tanah atau sungai. Tapi ini memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Gampangnya kan bisanya kita buang di lubang pembuangan cucian, nah minyak itu kan lama-lama bisa padat bisa menyumbat saluran. Kalau di sungai, minyak itu kan posisinya di atas air, dia bisa menghambat sinar matahari masuk, efeknya ya ikan atau tumbuhan air bisa mati,” tuturnya mengedukasi.

Bersama dengan timnya, Hari mengedukasi masyarakat bahwa minyak jelantah dapat diolah menjadi berbagai barang-barang bermanfaat. “Soalnya banyak yang khawatir kalau minyak jelantah yang kita kumpulkan ini nanti diolah lagi jadi minyak goreng curah. Ya memang masih ada praktik seperti itu, tapi itu oknum. Tapi kami sosialisasikan jelantah itu seperti apa, nanti bisa diolah menjadi apa, bahayanya seperti apa. Jadi masyarakat itu tahu dan hati-hati juga memilih tempat pengepul,” tutupnya. (ari/yn)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You may also like

Skip to content