Kota Malang akan semakin memerhatikan psikologis aparatur (pemerintahan_red) dan masyarakat dalam setiap mengambil kebijakan. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Wali Kota Malang, Drs. Sutiaji saat menjadi pembicara dalam Kuliah Tamu “Kontribusi Psikologi dalam Tata Kelola Pemerintahan Indonesia yang Baik dan Bersih” di Universitas Negeri Malang (UM), Selasa (24/3).
Ia mengakui bahwa ada beberapa kebijakan di Kota Malang beberapa waktu lalu yang justru menimbulkan polemik di masyarakat karena tidak memasukkan instrumen psikologi masyarakat. “Salah satunya adalah kebijakan jalur satu arah di daerah Betek. Dari pengalaman ini kami banyak belajar tentang pentingnya memasukkan instrumen psikologi masyarakat,” ucap Sutiaji, Selasa (24/3).
Instrumen psikologi masyarakat tersebut menurutnya sangat penting, karena masyarakat sekitarnya lah yang akan merasakan dampak sebuah kebijakan baik dari sisi ekonomi maupun kenyamanan. Dalam hal psikologi ini menurutnya sangat dibutuhkan pakar yang menguasai tentang psikologi karena itu ia akan menggandeng beberapa universitas di Kota Malang yang memiliki pakar dan laboratorium psikologi seperti Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan Universitas Wisnuwardhana Malang.
“Selain untuk instrumen psikologi masyarakat terkait sebuah kebijakan, psikologi ini juga sangat penting untuk penempatan aparatur di SKPD- SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah_red) untuk meningkatkan kinerja para aparatur,” imbuh Sutiaji.
Sementara itu, pembicara lain yaitu Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Maliki Heru Santoso, Ak, MBA mengatakan pentingnya psikologi dalam tata kelola pemerintahan. Hal ini karena para pemangku pemerintahan merupakan individu- individu yang memiliki psikologi berbeda-beda.
“Selama ini masih banyak mal-administrasi dalam hal layanan publik, hal ini salah satunya karena lemahnya integritas yang dimiliki para aparatur. Integritas disini sangat berkaitan dengan psikologi individu yang berpengaruh pada konsistensi nilai-nilai kejujuran, moral, dan sebagainya,” ucap Maliki.
Untuk meningkatkan integritas tersebut menurutnya dibutuhkan berbagai langkah karena sudah membudaya di masyarakat. Salah satunya adalah dengan mereformasi mindset para aparatur. Selain itu juga dibutuhkan program-program untuk meminimalisisr malaadministrasi. Kemendagri sendiri telah membentuk Unit Pengendali Gratifikasi untuk mengawasi tindak gratifikasi.
“Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi_red) kami juga memerangi korupsi yang merupakan bentuk rendahnya integritas aparatur, bukan hanya memberantas namun juga mencegah, salah satunya dengan pendekatan pendidikan budaya antikorupsi,” ucap Maliki. (cah/yon)