Klojen, MC – Sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 tahun 2013 tentang Kriteria Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang bekerjasama dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Timur melaksanakan Sosialisasi Hasil Penelitian tentang Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini melalui Kearifan Lokal Permainan Tradisional pada Pendidikan Anak.
Acara yang digelar pada Rabu (7/9) di Ruang Sidang Balaikota Malang ini dihadiri oleh Kepala Bakesbangpol Kota Malang, Kepala Bidang HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Puslitbang Transformasi Konflik Kementerian Hukum dan HAM, dan kurang lebih 45 undangan.
Kepala Bakesbangpol Kota Malang Drs. Sugiharto dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih dan mengapresiasi atas ditunjuknya Kota Malang sebagai tuan rumah kegiatan Sosialisasi Hasil Penelitian tentang Penanaman Budaya Anti Kekerasan Anak Sejak Dini melalui Kearifan Lokal Permainan Tradisional pada Pendidikan Anak kali ini.
“Intinya hasil penelitian nanti implementasinya akan lebih banyak dilakukan di rumah tangga dan di sekolah. Oleh karena itu kita berharap kegiatan ini akan dilanjutkan dengan sasaran yang berbeda, lebih teknis dan punya tanggung jawab langsung dalam pendidikan anak,” urainya.
Sementara itu, Bambang Saktihono selaku Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Timur mengatakan jika kriteria kabupaten/kota peduli HAM didasarkan pada terpenuhinya hak hidup, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak atas rasa aman, dan hak atas perempuan sudah seharusnya diketahui dan dikembangkan lebih maksimal lagi.
Dalam hal ini, lanjutnya, Kota Malang mendapatkan reward (penghargaan) kota/kabupaten peduli HAM yang sudah dirapatkan pada tingkat provinsi dengan angka 91,7.
Terpisah, Indah Kurnianingsih dari Puslitbang Transformasi Konflik Kementerian Hukum dan HAM dalam sosialisasi ini menyampaikan bahwa dengan adanya pengetahuan tentang HAM yang sudah ada, maka pembentukan karakter positif anak dapat dibentuk melalui kearifan lokal permainan tradisional pada anak dan dapat memberikan nilai-nilai edukatif yang mendorong anak memiliki sikap kerjasama jujur dan toleran yang dapat meningkatkan kecerdasan ganda.
Kekerasan yang ditiru oleh anak, terangnya, biasanya diakibatkan dengan permainan tradisional (permadi) yang memudar dan digantikan oleh permainan modern sehingga menyebabkan kegiatan yang sifat kebersamaan dan toleransinya menghilang dengan digantikan oleh kegiatan yang bersifat individual.
Indah menambahkan, penelitian ini menggunakan metodelogi eksploratif dan pendekatan induktif. Secara eksploratif berusaha menggali potensi nilai anti kekerasan yang terkandung dalam permainan tradisional yang diharapkan dapat diinternailisasi dalam satuan pendidikan usia dini.
“Sedangkan secara induktif kami dapat diambil kesimpulan yang fakta-faktanya dalam lapangan dapat diungkapkan secara umum,” pungkasnya. (say/yon)