*Siaran Pers* Jakarta (30 Oktober 2017) – Istilah “you are what you eat” sudah cukup banyak didengar masyarakat. Namun makna dari istilah tersebut perlu diresapi dan diinternalisasi oleh setiap individu bahwa zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi membawa pengaruh terhadap sistem tubuh. Maka tidak salah bila dikatakan bahwa asupan makanan menentukan kesehatan.
Makan bukan untuk sekadar kenyang, tetapi perlu memenuhi kebutuhan nutrisi dan menjaga kesehatan tubuh. Karena itu, masyarakat hendaknya mengetahui apa itu “piring makanku” yang dapat menjadi acuan bagi kita setiap kali makan.
Piring sajian sebaiknya diisi dengan asupan karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral seimbang. Hal ini dikarenakan tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Untuk itu, konsumsilah pangan yang beragam.
Dalam satu porsi sajian, sayur-sayuran dan buah-buahan memiliki porsi paling banyak, yakni separuh bagian piring setiap makan (satu kali sajian).
Sementara itu, separuh bagian priring lainnya dapat diisi dengan makanan pokok yang bisanya mengandung karbohidrat dan lauk-pauk yang banyak mengandung protein (porsi protein harus lebih banyak dibanding karbohidrat).
Jadikan Ikan Sebagai Sumber Protein Utama
Protein sangat penting karena peranannya sebagai sumber energi, zat pembangun tubuh, bahkan berfungsi juga dalam mekanisme pertahanan tubuh.
Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek menyatakan bahwa saat ini dibutuhkan perubahan mindset masyarakat untuk tidak selalu berpikir daging merah sebagai sumber protein. Menkes mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara kelautan yang sangat kaya akan jenis ikan yang beraneka ragam. Perairan yang sedemikian luas tentu mengandung kekayaan protein hewani yang tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat. Karena itu, Menkes mengajak masyarakat untuk menjadikan ikan sebagai sumber protein yang utama bagi keluarga Indonesia.
“Seharusnya ikan jadi makanan utama bagi masyarakat kita, karena (ikan) memiliki protein tinggi bila dimasak dengan benar”, tutur Menkes dalam salah satu rangkaian kegiatan Festival Ikan dan Lomba Masak Ikan Nusantara “Menuju Istana” yang bertempat di Kantor Staf Presiden di Jakarta Pusat, Senin siang (3/6).
Secara umum komposisi protein hewani pada ikan sebenarnya tidak terlalu berbeda kandungannya dengan protein hewani lainnya. Namun, ikan dikatakan lebih menyehatkan karena lemak yang terkandung di dalam ikan bukan merupakan lemak jenuh. Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan mengandung asam lemak tak jenuh (omega, yodium, selenium, fluorida, zat besi, magnesium, zink, taurin, serta coenzyme Q10). Selain itu, kandungan omega 3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani seperti daging sapi dan ayam.
“Lebih sehat ikan, karena (mengandung) bukan lemak jahat kalau bahasa awamnya. Ikan memiliki kandungan DHA, sementara daging sapi atau ayam tidak ada. Selain itu, ikan itu semuanya halal, dapat dikonsumsi semua usia,” tambah Menkes.
Batasi Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak
Dalam setiap sajian, masyarakat juga sebaiknya memperhatikan kandungan gula, garam dan lemak. Batasan konsumsi gula, garam, dan lemak yang disarankan Kementerian Kesehatan per orang per hari adalah: Gula tidak lebih dari 50 gr (4 sendok makan); Garam tidak melebihi 2000 mg natrium/sodium atau 5 gr (1 sendok teh), dan untuk lemak hanya 67 gr (5 sendok makan minyak). Untuk memudahkan mengingat rumusannya adalah G4 G1 L5.
Gula merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan manusia. Namun, jika berlebihan, gula dapat menyebabkan obesitas dan memicu diabetes tipe 2. Di dalam buah-buahan segar terdapat gula alami, sehingga sebenarnya tambahan gula tidak dibutuhkan lagi.
Sementara itu, garam mengandung natrium dan sodium. Garam dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk mengatur kandungan air dalam tubuh. Jika berlebihan, garam dapat menyebabkan hipertensi hingga stroke. Sedangkan lemak, juga diperlukan dalam tubuh sebagai cadangan energi. Lemak berlebih dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga kanker. Lemak dapat berbentuk padat dan cair (minyak). Lemak pun banyak ditemui pada makanan yang digoreng.
EAT Asia Pasific Food Forum
Pengenalan sumber protein dan zat gizi lainnya, bahkan hingga penanganan masalah pangan secara luas akan dibahas secara serius oleh para pengambil kebijakan (stakeholders) se-Asia Pasifik dalam EAT Asia Pacific Food Forum (APFF) 2017 pada 30-31 Oktober 2017 di Jakarta.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan EAT dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut. Hal ini didasari atas semangat Presiden RI Joko Widodo yang bercita-cita besar dalam hal ketahanan pangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dari pemenuhan gizi anak bangsa.
Lebih dari 500 perwakilan pemerintahan, peneliti, inovator, pelaku bisnis, akademisi dan anggota masyarakat akan terlibat dalam forum ini. Pembicara kelas dunia juga akan memaparkan sejumlah topik mulai dari perubahan pola konsumsi makanan, ketahanan sistem pangan, sampai topik yang lebih praktis seperti menu bernutrisi untuk masa depan yang lebih sehat. Selain pemimpin pemerintahan dan menteri dari berbagai negara, juga mengajak berbagai praktisi untuk berbagi pengalaman.
Sejumlah menteri dalam Kabinet Kerja akan menjadi pembicara, yaitu Menteri Kesehatan RI Nila Farid Moeloek, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menko PMK Puan Maharani. Beberapa nama pejabat lainnya ikut memberikan solusi pangan bersama organisasi penggagas forum ini, EAT Foundation.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo bersama Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemkominfo)