Lowokwaru (malangkota.go.id) – Mengacu kepada Kurikulum Merdeka, bahwa membaca, menulis dan berhitung (calistung) tidak lagi menjadi tolok ukur bagi siswa ketika akan memasuki maupun saat menempuh pendidikan di jenjang sekolah dasar. Pendidikan karakter dan budi pekerti menjadi salah satu program pembelajaran utama, sehingga setiap tenaga pengajar pun hendaknya menggunakan bahan ajar dari alam atau hal lain yang menyenangkan.
Beberapa hal itulah yang tersirat dalam acara pemberdayaan bagi 2.700 Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se-Kota Malang di Taman Krida Budaya Jawa Timur (TKBJ) Kota Malang, Rabu (21/6/2023). Gelaran ini bertajuk komitmen bersama bunda PAUD untuk mendukung gerakan transisi PAUD ke sekolah dasar yang menyenangkan.
Dari penerapan Kurikulum Merdeka tersebut, Ketua Bunda PAUD Widayati Sutiaji menekankan agar guru-guru PAUD ini nantinya lebih kreatif dan inovatif serta menerapkan pembelajaran yang menyenangkan. Guna menguatkan hal tersebut, ribuan guru PAUD itu pada kesempatan ini berdeklarasi dan menandatangani komitmen bersama.
“Ya, jadi guru-guru itu harus kreatif karena menghilangkan calistung. Dalam calistung pasti kita bisa mengerti, terkait diajarkannya membaca, menulis dan berhitung. Tapi ke depan sesuai dengan Kurikulum Merdeka, ya akan dikenalkan dengan alam. Dari alam itu kita bisa tahu, lima ditambah tiga menjadi delapan itu bisa dipelajari dari alam. Pembelajaran ini lebih banyak bermain dan menguatkan pendidikan karakter sedini mungkin,” imbuh perempuan berhijab itu.
Dalam sistem pembelajaran ini, terang dia, guru PAUD dapat memanfaatkan alam atau barang yang ada saat mengajar siswanya serta dengan suasana yang tidak tegang. Seperti halnya belajar di tempat wisata atau dengan menonton film edukasi. “Dari sistem ini maka juga akan menguatkan karakter dan pola pikir anak,” urai Widayati.
Apa yang disampaikan Ketua Bunda PAUD itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana. Menurutnya, belajar di kelas kini bukan musimnya lagi bagi anak PAUD maupun sekolah dasar, karena akan terlalu mendoktrin siswa atau membuat siswa kurang nyaman.
“Dengan Kurikulum Merdeka ini memang benar, kita mengadakan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak boleh ada calistung. Di manapun bisa menjadi bahan ajar dan itu nanti yang akan mendukung, sehingga anak-anak itu menyenangkan serta di tempat manapun bisa menjadi bahan ajar sebagai kurikulum”, pungkasnya. (say/yon)