Sukun (malangkota.go.id) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang mencatat angka inflasi di Kota Malang sebesar 0,07 persen (m-to-m). Kelompok pendidikan masih memiliki andil utama terhadap inflasi di Kota Malang. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Statistik Distribusi BPS Kota Malang Dwi Handayani dalam Berita Resmi Statistik (BRS), Jumat (1/9/2023).
“Untuk inflasi Kota Malang masih rendah dibanding Jatim yang mencapai 0,11 persen. Namun lebih tinggi dari nasional yang mengalami deflasi 0,02 persen. Di Jawa Timur, inflasi tertinggi dialami oleh Sumenep sebesar 0,16 persen dan inflasi terendah dialami oleh Madiun sebesar 0,02 persen,” ungkapnya.
Dwi memaparkan bahwa pada bulan Agustus 2023 ini, memang komoditas beras tercatat menjadi pemicu terbesar inflasi. Komoditas beras memberikan andil sebesar 0,08 persen dengan kenaikan harga sebesar 2,5 persen.
Namun demikian, BPS juga mencatat bahwa seperti bulan Juli 2023, kelompok pendidikan memiliki andil yang besar dalam inflasi. Jika pada bulan Juli pendidikan SD yang mengalami kenaikan, pada bulan Agustus 2023 ini pendidikan tinggi yakni akademi dan perguruan tinggi yang menjadi salah satu pemicu inflasi. Kenaikan biaya pendidikan sebesar 1,37 persen membawa andil sebesar 0,04 persen pada inflasi. “Inflasi Kota Malang didorong dua komoditas yakni beras dan biaya pendidikan,” sebutnya.
Kenaikan biaya pendidikan tinggi ini disebabkan karena Kota Malang sebagai jujugan studi memulai tahun ajaran pada Bulan Agustus ini. Selain itu, beberapa kampus juga masih membuka beberapa jalur penerimaan mahasiswa baru dengan memberlakukan biaya kuliah yang nilainya beragam.
Dalam BRS ini juga, Dwi menyebutkan beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga sehingga menyebabkan deflasi. Beberapa komoditas yang memiliki andil utama dalam menghambat inflasi adalah daging ayam ras yang turun harganya sebesar 6,9 persen, bawang merah 19,88 persen, telur ayam ras turun sebesar 4,94 persen, minyak goreng 2,08 persen, bawang putih 4,46 persen, dan cabai merah 5,99 persen. (ari/yon)