Blimbing (malnagkota.go.id) – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) dalam rangka koordinasi pelaksanaan sinergitas dan harmonisasi perencanaan pembangunan daerah bidang sumber daya alam tahun 2024 di Hotel Atria Kota Malang, Selasa (15/10/2024).
Inisiatif penyelenggaraan rakortek ini sebagai upaya sinergitas kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan. Sinergi perencanaan pembangunan dimaksudkan untuk menjamin terciptanya dukungan perencanaan daerah yang merupakan integral pembangunan nasional terhadap pencapaian visi misi dan arah pembangunan nasional.
Pemerintah berkomitmen dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dengan menetapkan delapan agenda (misi) pembangunan dan 17 arah pembangunan (tujuan), dimana salah satu agenda pembangunan dimaksud adalah transformasi ekonomi dengan arah pembangunan penerapan ekonomi hijau.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, Erik Setyo Santoso, ST, MT yang hadir membuka kegiatan mengungkapkan bahwa ekonomi hijau yang merupakan bagian dari transformasi ekonomi menjadi strategi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Konsep ekonomi hijau bertujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” imbuh Erik.
Ditambahkannya, pembangunan ekonomi hijau tidak dapat berdiri sendiri. Pembangunan ekonomi hijau merupakan dampak dari pembangunan ekonomi yang memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan. Oleh karena itu, dokumen perencanaan pembangunan yang memperhatikan aspek lingkungan dan pertumbuhan yang berkelanjutan merupakan dokumen penting yang akan menjadi key enabler dalam pelaksanaan ekonomi hijau yang mencakup strategi implementasi kebijakan.
“Pembangunan berbasis ekonomi hijau harus menjadi landasan setiap dokumen perencanaan pembangunan daerah, agar kedepannya tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang menjadi target dan indikator keberhasilan pembangunan, melainkan juga keberlanjutan pembangunan lingkungan dan kesejahteraan,” jelas Erik.
Lebih lanjut dia mengatakan, tren pertumbuhan ekonomi hijau dan rendah karbon saat ini menjadi kebijakan dan strategi global. Beberapa negara maju dan berkembang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara ambisius.
“Ekonomi hijau didefinisikan sebagai ekonomi yang rendah karbon, hemat sumber daya dan inklusif secara sosial. Paradigma pembangunan ekonomi inklusif berorientasi pada keberlanjutan atau berwawasan lingkungan, dimana pertumbuhan ekonomi tidak mengeksplorasi dan mengeksploitasi lingkungan namun sebaliknya menempatkan keberlanjutan atau wawasan lingkungan sebagai aspek yang harus diperhatikan,” urainya.
Pembangunan berbasis ekonomi hijau dikatakannya merupakan keniscayaan, mengingat semakin tidak terkendalinya kerusakan lingkungan akibat dari pembangunan. Paradigma pembangunan harus berubah, dari pembangunan coklat yang menggunakan energi secara tidak efisien (boros) dan secara sosial tidak cukup inklusif menuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Ekonomi hijau memiliki tiga pilar, yakni sosial, lingkungan dan ekonomi. Hubungan sosial dengan lingkungan harus bersifat bearable (layak), sosial dengan ekonomi bersifat equitable (berkeadilan), serta ekonomi dengan lingkungan bersifat viable (menggantikan kerusakan yang terjadi). Dengan memperhatikan konsep ekonomi hijau tersebut, program transformasi ekonomi yang inklusif harus mencakup sejumlah upaya,” beber Erik.
Lebih jauh disampaikannya, upaya tersebut yang pertama adalah mempercepat penghapusan kemiskinan melalui program perlindungan sosial. Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama pada aspek kesehatan dan pendidikan. Ketiga, menyediakan lapangan kerja yang layak. Keempat, mempercepat pembangunan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan transportasi publik.
Sedangkan transformasi ekonomi yang berkelanjutan, kata Erik, harus mencakup kebijakan pembangunan rendah karbon dan transisi energi yang diarahkan pada pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), penanganan perubahan iklim, serta pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana.
“Indonesia kini memiliki tolok ukur indikator perkembangan ukuran keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi, kesetaraan sosial dan mitigasi risiko kerusakan lingkungan yang disebut dengan indeks ekonomi hijau. Indeks ekonomi hijau menjadi alat ukur tangible, representatif, dan akurat untuk mengevaluasi capaian dan efektivitas transformasi ekonomi indonesia menuju ekonomi hijau,” beber Erik.
Indeks ekonomi hijau, terang dia, juga bertujuan menjaga arah capaian tujuan pembangunan jangka panjang serta mempercepat penerapan program pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. “Dalam RPJPN tahun 2025–2045, indeks ekonomi hijau ditetapkan data baseline sebesar 70,70 dan target 2045 sebesar 90,65,” paparnya.
Ekonomi hijau dalam transformasi ekonomi, ditujukan agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejalan dengan meningkatnya daya dukung dan daya tampung lingkungan agar berkelanjutan. Penerapan ekonomi hijau juga dapat menjadi pertumbuhan baru melalui peningkatan peluang kerja, investasi hijau dan pengembangan produk-produk hijau.
“Meskipun ekonomi hijau sudah menjadi arus utama pemikiran ekonomi, sejauh ini perkembangan ekonomi hijau di indonesia khususnya di daerah masih dalam tataran normatif, atau paling tidak belum memiliki proporsi signifikan pada implementasi sistem perekonomian daerah. Saat ini implementasi pembangunan masih didasarkan pada asumsi Bussiness as Usual (BAU),” tandasnya.
Intinya adalah dalam implementasi pembangunan ekonomi hijau diperlukan seperangkat aturan main, dokumen strategis, peran figur dan institusi, bahkan sosialisasi dan internalisasi agar dapat diterima dan dilaksanakan secara baik oleh pemerintah daerah dan stakeholder. “Dengan rapat koordinasi teknis ini, diharapkan pertumbuhan ekonomi hijau mulai diinisiasi, diinternalisasi dan diimplementasi dalam pembangunan Kota Malang yang berkelanjutan,” pungkasnya. (say/yon)