Lowokwaru (malangkota.go.id) – Menindaklanjuti hasil sidak pasar pemantauan harga di pasar tradisional dan modern kemarin, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Malang langsung meninjau lahan tomat yang berada di Kelurahan Merjosari dan Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, Kamis (31/10/2024).
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Malang, Diah Ayu Kusuma Dewi yang memimpin peninjauan menyebutkan, dalam sidak yang dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa harga komoditas tomat mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan. Maka dari itu, Penjabat (Pj.) Wali Kota Malang menginstruksikan untuk melakukan langkah intervensi, salah satunya dengan meninjau lahan-lahan penghasil komoditas yang mengalami lonjakan harga.
“Dari pemantauan harga dan monitoring kemarin, diketahui harga tomat sangat tinggi kenaikannya, dari biasanya Rp5.000- Rp8.000 kemarin sampai Rp15.000- Rp17.000. Oleh karena itu Pj. Wali Kota Malang memerintahkan kepada kami semua untuk melihat sejauh apa pengelolaan tomat itu di perkotaan,” terangnya.
Dari hasil pemantauan, Diah mengungkapkan kondisi lahan dan kualitas tanaman tomat di Kota Malang terbilang cukup baik. Akan tetapi terdapat kendala yang dihadapi petani, yakni distribusi air ke lahan-lahan petani yang mempengaruhi kualitas tanaman tomat.
Pernyataan ini juga dibenarkan oleh Ketua Poktan Sumber Rejeki Kelurahan Merjosari, Heni. Dikatakannya, distribusi air menjadi salah satu kendala yang dialami oleh para petani. Selama ini, para petani hanya mengandalkan air hujan dan membeli dari sumber air yang lokasinya cukup jauh dari lahan pertanian. Ia pun berharap adanya bantuan dari Pemkot Malang bagi para petani untuk membantu permasalahan distribusi air ini.
“Lahan ini adalah tadah hujan, jadi bergantung sepenuhnya pada air hujan. Jika tidak ada hujan, para petani harus membeli air. Jadi kami harapkan bantuan dari Pemkot Malang untuk kami,” ucap Heni.
Menanggapi yang disampaikan Heni, Diah menyebutkan aspirasi ini nantinya akan disampaikan saat rapat bersama Pj. Wali Kota Malang. Akan tetapi, menurutnya intervensi terkait kendala air ini tentu membutuhkan waktu dan pertimbangan-pertimbangan, mengingat lahan yang digunakan bukanlah lahan milik Pemkot Malang maupun petani, sehingga jika dilakukan intervensi pun sifatnya bukan yang permanen. Meski begitu, Diah mengungkapkan Pemkot Malang sebelumnya telah berdiskusi dengan Bank Indonesia (BI) Malang terkait bantuan yang akan diberikan kepada para petani di Kota Malang, khususnya untuk komoditas tomat dan cabai yang beberapa kali menjadi penyumbang laju inflasi di Kota Malang.
“Sebenarnya tomat ini bagus ya tumbuhnya, akan tetapi karena airnya kurang, jadi kelihatannya kurang subur. Oleh karena itu, nanti kita usulkan bahwa perlu adanya intervensi berupa distribusi air, baik bentuknya sprinkler, atau memberi tandon. Beberapa waktu yang lalu kita juga ditawari oleh BI untuk dibantu terkait kendala air yang juga dialami oleh petani cabai. Jadi sudah klop sebetulnya,” tambahnya.
Lebih lanjut Diah menjelaskan, TPID Kota Malang akan terus melakukan monitoring terhadap laju kenaikan harga tomat di Kota Malang. Secara jumlah, stok tomat di Kota Malang menurutnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi permintaan stok tomat di Kota Malang. Maka dari itu, jika diperlukan dan dimungkinkan, akan dilakukan kerja sama antar daerah (KAD) terutama untuk mengendalikan laju inflasi yang disebabkan oleh komoditas-komoditas tertentu di Kota Malang, termasuk tomat.
“Jika perlu juga dilakukan KAD dengan daerah-daerah penghasil tomat, nanti akan dilihat dulu dari daerah-daerah tersebut apa memungkinkan untuk dibawa keluar, sehingga bisa kita lakukan intervensi dan harga tomat menjadi stabil,” pungkasnya. (iu/yon)