Klojen, MC – Setiap tanggal 30 Januari diperingati sebagai Hari Primata Indonesia. Terkait hal itulah, para aktivis lingkungan dan pecinta satwa di berbagai daerah seperti Surabaya, Jakarta, Solo dan Medan menggelar aksi. Para aktivis ini menggelar aksi untuk mengajak masyarakat lebih mencintai dan menyayangi hewan langka yang hampir punah tersebut. Di Kota Malang, aktivis ProFauna Indonesia Malang menggelar aksi di depan sebuah mal yang ada di jalan Veteran Kota Malang, Sabtu (30/1).
Selain membawa spanduk besar bertuliskan Hari Primata Indonesia, para aktivis juga membawa berbagai poster yang berisi ajakan agar tidak melakukan perburuan, membunuh serta memperdagangkan primata. Aksi mereka yang juga diwarnai dengan teatrikal menggotong primata yang sudah mati setelah diburu yang sempat mengundang perhatian warga masyarakat yang lewat.
Dalam lima tahun terakhir, perburuan primata cenderung meningkat, dan hal itu ditunjukkan dengan banyaknya foto-foto atau aktivitas perburuan yang diunggah di media sosial. Begitu juga dengan perburuan hewan, yang dulunya untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun sekarang lebih mengarah pada hobi untuk memenuhi kesenangan pribadi. Kejadian seperti sangat miris dan seharusnya tidak boleh terjadi.
Juru kampanye ProFauna Indonesia Malang, Swasti Prawidya Mukti kepada awak media di sela-sela aksi menyampaikan bahwa saat ini lebih dari 70 persen primata Indonesia terancam punah akibat perburuan. Fenomena ini sangat ironis sekali dibandingkan dengan kekayaan jenis primata di Indonesia. “Diantara lebih dari 600 jenis primata di dunia, setidaknya 40 jenis dapat ditemukan di Indonesia.” ujarnya, Kamis (30/1).
“Dari daftar 25 jenis primata yang paling terancam punah di dunia, periode 2014-2016 terbitan International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang merupakan lembaga konservasi dunia, memasukkan tiga jenis primata Indonesia, yaitu Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan Simakobu (Simias concolor). Setiap tahun semakin banyak individu dan komunitas yang bergerak untuk menyuarakan pelestarian primata Indonesia. Gerakan masyarakat ini adalah fenomena yang langka di Indonesia,” urai Swasti.
Ke depan, lanjut perempuan berjilbab itu, pihaknya akan terus mengampanyekan gerakan menyayangi primata ini, sehingga keberadaanya tidak punah. “Kami dari pecinta satwa, ketika menemukan warga yang melakukan perburuan hewan, khususnya primata, hanya bisa memberikan edukasi bahwa apa yang mereka lalukan itu menyalahi undang-undang serta dapat mengganggu ekosistem alam. Kami tidak bisa serta-merta merampas atau mengambil hewan hasil buruan mereka atau senjata yang digunakan, karena itu menjadi tugas dari aparat penegak hukum,” pungkas Swasti. (say/yon)