Kedungkandang (malangkota.go.id) – Situasi dilematis tengah dihadapi Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang. Ditarget mampu membukukan lebih dari Rp500 milyar pendapatan pajak pada tahun 2019, yang terjadi justru semakin banyak Wajib Pajak (WP) yang mengajukan keringanan pembayaran.
Di awal Mei 2019 ini saja, sudah ada ratusan berkas pengajuan pengurangan dan keringanan yang menumpuk di meja Kepala BP2D Kota Malang Ir. H. Ade Herawanto, MT.
“Tentu saja ini situasi yang ironis. Di saat kami harus mampu mencapai target yang sedemikian tinggi, namun di sisi lain semakin banyak masyarakat yang mengajukan permohonan keringanan untuk berbagai pembayaran pajak daerah,” ungkap Sam Ade d’Kross, demikian sapaan akrab Kepala BP2D Kota Malang itu, Kamis (9/5/2019).
Mekanisme pemberian pengurangan memang tidak menyalahi aturan. Prosedurnya bahkan tertuang dalam aturan baku. Misalnya, khusus untuk pajak tanah yaitu Pajak Bumi & Bangunan (PBB) diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah serta Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 15 Tahun 2013.
“Atas persetujuan wali kota, kami memang bisa memberikan pengurangan dan keringanan PBB dengan persentase maksimal hingga 75%. Namun ada klasifikasi khusus dan tata cara yang berlaku,” sambung Sam Ade yang juga dikenal sebagai tokoh Aremania tersebut.
Sedangkan untuk keringanan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan (BPHTB) atau biasa disebut pajak jual beli mengacu UU No 28 Tahun 2009 dan juga Peraturan Daerah (Perda) No 15 Tahun 2010 dengan prosentase keringanan maksimal 25%. Sementara untuk pajak daerah lainnya juga berlaku keringanan hingga maksimal 50%.
Diantaranya, WP yang berhak mengajukan pengurangan atau keringanan adalah veteran pembela kemerdekaan, pensiunan PNS/BUMD/BUMN, masyarakat berpenghasilan rendah, WP yang NJOP nya meningkat akibat perubahan lingkungan dan WP Badan.
Adapun objek pajak yang bisa dikenai pengurangan yaitu objek berupa cagar budaya, lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya terbatas dan objek pajak karena bencana alam. Menyikapi hal ini, Ade berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam mengajukan permohonan keringanan pajak daerah.
“Jadi tidak semua WP bisa serta-merta mengajukan keringanan. Kami pun tidak tebang pilih dalam memberikan pengurangan. Ada aspek kelayakan dan pertimbangan seperti parameter kondisi sosial, ekonomi serta WP memang benar-benar memenuhi persyaratan. Semua juga harus selaras dengan regulasi,” tegas pria yang juga adalah pembina Tinju Amatir Jatim periode 2019-2023 tersebut.
Ade lantas mencontohkan seperti imbauan yang terpampang di ruang kerjanya, agar masyarakat tidak berbondong-bondong mengajukan keberatan atau memohon keringanan padahal sebenarnya mereka sanggup membayar kewajibannya. (hms/yon)