Klojen (malangkota.go.id) – Kasus Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya saat ini sedang menjadi sorotan tidak hanya di Indonesia, namun seluruh dunia. Penyakit yang baru muncul sejak awal April 2022 ini merebak ke sejumlah negara dan menyerang anak hingga berusia 16 tahun.
Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Kesehatan Kota Malang langsung mengambil langkah antisipasi dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait Hepatitis akut ini.
“Masyarakat perlu edukasi yang baik dan benar mengenai Hepatitis akut ini. Salah satunya kami memberi edukasi melalui media sosial Dinkes. Diharapkan masyarakat sudah tahu apa itu Hepatitis akut, apa gejalanya, dan terpenting yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana pencegahannya terutama di tingkat paling kecil, yaitu keluarga,” tutur Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr. Husnul Muarif, Selasa (10/5/2022).
Lebih lanjut, Husnul mengungkapkan pihaknya telah menyiapkan dan berkoordinasi dengan layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktik mandiri. “Gunanya untuk menjaring pasien di layanan pertama manakala ada yang periksa sehingga teman-teman (nakes) bisa memasukkan di dalam kriteria. Dengan demikian edukasi dan terapi bisa diberikan. Manakala ada kecurigaan yang perlu pemeriksaan lanjutan atau khusus maka akan kita lakukan rujukan ke rumah sakit yang ada di Kota Malang,” terang Husnul lebih lanjut.
Hingga saat ini, Dinkes Kota Malang belum mendapat laporan adanya kasus Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya ini. “Di Kota Malang masih nihil, belum ada laporan hingga saat ini. Tentu ini sangat bergantung pada kedisiplinan dan katertiban masyarakat untuk bisa perilaku hidup bersih dan sehat. Kedua masyarakat harus mengakses layanan kesehatan saat menemukan gejala. Di masyarakat juga ada kader kesehatan yang menjadi lini pertama sebelum mendapat layanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan,” jelasnya.
Husnul mengimbau kepada masyarakat untuk tidak panik dan bingung menghadapi informasi terkait fenomena Hepatitis akut ini. Disampaikannya bahwa di Kota Malang sudah memiliki fasilitas kesehatan yang siap memberikan edukasi dan pengobatan bagi masyarakat.
Sementara itu, Anggota Satgas Kewaspadaan dan Penanggulangan Hepatitis Akut Yang Belum Diketahui Penyebabnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Dr. dr. Satrio W., M.Si. Med, Sp. A(K), mengungkapkan bahwa atas rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur untuk tidak menggunakan istilah hepatitis akut misterius guna meredam respons masyarakat yang saat ini masih terus bergulat dengan Covid-19. Dengan demikian diharapkan tidak lagi menggunakan istilah yang dapat meningkatkan keresahan masyarakat dan digunakanlah Sindrom Jaundice Akut.
“Syndrom Jaundice Accute atau penyakit kuning akut, penyakit yang kerap diderita anak-anak ini bisa diakibatkan oleh infeksi, tanda keganasan, autoimun, trauma, penyakit metabolik, dan terbanyak adalah hepatitis virus yang juga banyak jenisnya. Dan yang terbaru ini adalah yang belum diketahui penyebabnya. Jadi sebenarnya hepatitis akut masuk Sindrom Jaundice Akut atau penyakit kuning akut pada anak. Hepatitis akut ini merupakan sebagian kecil dari Sindrom Jaundice Akut,” terangnya.
Satrio menjelaskan bahwa penyakit ini menyerang usia anak karena sistem antibodi masih belum sempurna. Dugaan lainnya adalah, anak-anak masih memiliki reseptor virus yang lebih peka ketimbang pada orang dewasa.
Dokter spesialis anak ini juga mengklarifikasi bahwa pemberitaan yang beredar sebelumnya bahwa ada 116 anak di Jawa Timur dengan Hepatitis misterius, namun nyatanya jumlah itu adalah jumlah pasien anak yang terkena penyakit kuning dan tidak semua terdeteksi hepatitis, dan hingga saat ini belum ada kasus terkonfirmasi.
Lebih lanjut, Satrio menegaskan bahwa penyakit hepatitis akut ini juga perlu diwaspadai meski angka penularan kecil jika dibandingkan Covid-19. “Secara umum gejala awalnya demam, kuning, mual muntah, sakit perut, diare, dan nafsu makan menurun, perubahan warna urin dan tinja. Yang paling perlu diwaspadai adalah panas dan kuning. Jika ada gejala tersebut, jangan panik dan segera bahwa anak ke pelayanan kesehatan terdekat. Jika tersedia obat-obatan penurun panas, antimual dipersilakan, namun basic-nya agar membawa anak ke layanan kesehatan,” pesannya.
Satrio menuturkan bahwa keterlambatan deteksi menjadi penyebab penyakit ini dapat mencapai fase yang kritis. Selain itu yang memperburuk keadaan pasien adalah adanya penyakit penyerta.
“Dari 169 kasus pertama yang dilaporkan ternyata yang akut ini memiliki penyakit yang memiliki komorbid, seperti anak dengan keadaan imunosupresi, kanker, dan keganasan. Jadi yang berat-berat ini memang sebelumnya memiliki penyakit lain yang mendasari. Maka ketika imunnya turun, kemampuan merespons dan bertahan terhadap penyakit ini menjadi turun itulah yang menyebabkan kasus kematian yang dilaporkan. Ada 10 diantara 169 anak,” tutupnya. (ari/yon)