Blimbing (malangkota.go.id) – Kota Malang memang lumbung orang kreatif. Salah satu animator muda andal lahir dari kota yang dikenal sebagai Kota Pendidikan ini. Lewat talentanya, karya perempuan kelahiran tahun 2000 ini sudah merambah di kancah internasional. Anak muda bernama Tatik Setyowati ini turut andil dalam pengerjaan serial animasi Kiko yang ditayangkan di salah satu televisi swasta Indonesia dan serial animasi Disney Junior, Vampirina Season 1 dan 2.
Berawal dari kegemaran menonton film kartun di televisi seperti Inuyasha, Detektif Conan, Yugio, Dragon Ball, Ninja Hattori, One Piece, Pokemon, dan Shinchan, Tatik mulai tertaik pada karya-karya animasi.
“Awalnya saya mengira animasi hanya gambar-gambar saja, ternyata saya salah besar. Animasi bukan sekedar gambar tapi kita bisa membuat karakter hewan, benda, membuat cerita menjadi hidup dan bernyawa dalam animasi,” ujar lulusan Jurusan Animasi SMK Negeri 4 Malang tersebut.
Tatik bercerita kala mendaftar ke SMK, jurusan yang dipilihnya yakni Jurusan Animasi bukanlah pilihan pertamanya, tetapi pilihan kedua. Namun justru dari pilihan keduanya inilah yang menjadi awal langkah suksesnya.
Dikatakannya bahwa sosok sang ibu adalah motivator dalam hidupnya. “Ibu memberi saya banyak hal dan selalu support saya. Ibu berusaha semampu mungkin menyiapkan apa yang saya butuhkan. Saat kelas XI, ibu membelikan saya laptop bekas agar mempermudah saya untuk mengerjakan tugas dibanding ke warnet,” kenangnya.
Nyatanya doa dan perjuangan sang ibu tak sia-sia, Tatik pun berhasil membuat berbagai karya mengagumkan dan dikenal banyak orang. Selain animasi Kiko dan Vampirina yang sudah banyak dikenal, Tatik pun terlibat dalam pembuatan serial animasi Top Wing, Tobot V, dan Bima. Selain itu juga, Tatik juga terlibat dalam produksi film Angela’s Christmas Wish, hingga Iklan Layanan Masyarakat Gempur Rokok Ilegal dengan tokoh OsiJi (Maskot Kota Malang).
Kesuksesannya ini bukan tanpa hambatan. Tatik menyebutkan bebarapa tantangan yang kadang dia hadapi, seperti spek komputer yang kurang, jaringan internet yang tidak stabil, dan masih sering fatal eror untuk pengerjaan. “Perbedaan waktu dengan klien dan deadline yang mepet juga kadang jadi tantangan. Perlu manajemen mengatur waktu untuk istirahat, karena kalau sudah mendekati deadline kadang jadi kurang tidur,” ungkapnya.
Namun berbagai tantangan ini tak menyurutkan semangatnya untuk tetap berkarya di bidang animasi. Menurutnya, potensi karir sebagai animator saat ini sangat menjanjikan. “Menurut pengamatan saya di era digital saat ini, animasi banyak disukai, tapi animatornya terbilang masih lumayan kurang,” ujarnya.
Perempuan yang sekarang menjadi freelance animator ini bercita-cita bisa melanjutkan studi ke luar negeri. “Dulu saya sempat kuliah Institut Asia Jurusan DKV, tapi tidak lanjut di semester ketiga karena faktor biaya. Sekarang cita-cita saya bisa melanjutkan kuliah, agar lebih banyak peluang kesempatan untuk mencari ilmu pengalaman di luar negeri,” pungkasnya. (ari/yon)