Klojen (malangkota.go.id) – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh tepat pada hari ini, Senin (2/5/2023), Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji mengingatkan bahwa tujuan negara Indonesia salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Wali Kota Malang menekankan agar kebijakan Merdeka Belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini dapat dilaksanakan. Sutiaji memaknai Merdeka Belajar sesungguhnya adalah mengorangkan orang, dan melihat bahwa setiap anak memiliki potensi yang harus dikembangkan. Pendidikan menurutnya juga harus menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri, tak lagi hanya dinilai secara kognitif. Serta anak didik juga diajak untuk melihat masyarakat sebagai sekolah.
“Sumber ajar bukan hanya dari guru dan di lingkungan sekolah saja. Masyarakat sekitar juga bisa menjadi sumber dan bahan ajar. Ke depan diharapkan tidak ada lagi kekurangan tenaga pendidik di Kota Malang. Dalam Merdeka Belajar, anak akan lebih dimotivasi untuk mengembangkan dirinya dengan guru sebagai fasilitator,” jelasnya usai Upacara Bendera Peringatan Hardiknas di halaman depan Balai Kota Malang, Senin (2/5/2023).
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana, SE., MM menambahkan bahwa semua sekolah di Kota Malang wajib menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar.
Hal ini karena Kota Malang merupakan Kota Pendidikan dan dorongan dari Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), juga pengawas untuk dapat melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar untuk semua sekolah.
“Kota Malang diuntungkan karena memiliki banyak potensi, narasumber-narasumber untuk sekolah penggerak, guru penggerak, termasuk untuk Kurikulum Merdeka Belajar mayoritas ada di Kota Malang. Masak narasumber kita dipakai di luar, kita tidak tidak mengembangkan. Alhamdulillah gayung bersambut, tanpa terkecuali semua harus dan wajib harus melakukan itu (Merdeka Belajar). Bagaimanapun juga ini adalah kurikulum yang tepat untuk republik tercinta ini,” beber Suwarjana.
Suwarjana menyampaikan bahwa dalam kurikulum ini guru sifatnya lebih sebagai pembimbing dan pengawas. “Sekarang terkadang anak-anak yang sudah memiliki pengalaman lebih dibandingkan gurunya, mereka boleh mengutarakan di dalam kelas dan guru mendengarkan,” jelasnya lebih lanjut.
Terkait kebijakan Pemerintah Kota Malang tentang kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, Suwarjana mengungkapkan bahwa pihaknya mengacu pada peraturan wali kota.
“Kalau guru negeri (ASN) sudah terstandar se-Indonesia, tetapi untuk Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) kita keluarkan perwal yang berisi berbagai peraturan terkait GTT dan PTT. Di situ tertulis jika lembaga mengangkat harus mau menggaji minimal Rp2.050.000,- dan akan naik secara berkala dengan angka tertinggi sama dengan UMR di Kota Malang,” ungkapnya.
Suwarjana menyebutkan bahwa pihak sekolah tidak akan berani menggaji GTT dan PTT-nya tidak sesuai dengan perwal yang berlaku. “Yang saya bicarakan ini adalah untuk sekolah negeri, TK, SD, dan SMP. Untuk guru swasta bukan wilayah kami, tapi mereka juga mendapat BOSDA dan BOSNAS. Jadi mereka mengelola dari BOSDA dan BOSNAS, itu kewenangan ada di lembaga masing-masing kalau swasta, tapi kalau negeri harus mengikuti kami,” tegasnya. (ari/yon)