Kedungkandang (malangkota.go.id) – Setelah sebelumnya sempat vakum akibat pandemi global Covid-19 yang melanda, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang kembali membuka Sekolah Kartini. Pembukaan kegiatan yang dilakukan di Ruang Arjuno Dinsos-P3AP2KB, Senin (23/10/2023) tersebut, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinsos-P3AP2KB Kota Malang Dra. Ani Rahmawiyati, M.Si menyebutkan bahwa kembali dibukanya Sekolah Kartini adalah sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap pemberdayaan kaum perempuan di Kota Malang.
“(Program) Ini merupakan usulan dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang meminta kami untuk memfasilitasi usulan dari masyarakat untuk mengakomodir kebutuhan perempuan dari segala usia. Jadi program ini kami bagi menjadi dua kelas, yaitu kelas A untuk para remaja perempuan usia 17-24 tahun, sedangkan kelas B diperuntukkan bagi ibu rumah tangga (IRT),” jelasnya.
Ani mengatakan nantinya dalam program Sekolah Kartini ini para perempuan akan dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diberikan dalam beberapa kelas, seperti misalnya pelajaran mengenai psikologi pernikahan, komunikasi pernikahan, legalitas dan dokumen keluarga, hingga pengembangan teknologi informasi dan media sosial. Harapannya, melalui kelas-kelas ini para perempuan yang mengikuti Sekolah Kartini mampu meningkatkan kompetensi serta menjadi insan yang mandiri.
“Tujuannya adalah semua kelas ini nantinya bisa mandiri, baik para remaja maupun ibu rumah tangga bisa berdiri sendiri. Selain itu tujuannya adalah untuk memberdayakan perempuan dan meningkatkan kreativitas, inovasi, dan inisiatif dari semua kaum perempuan,” ungkapnya lagi.
Salah satu narasumber yang mengisi kelas di Sekolah Kartini, Dr. Amalia Azis Daeng Matadjo, S.Psi, M.Psi., mengungkapkan apresiasinya atas langkah Pemkot Malang yang menghadirkan Sekolah Kartini. Menurutnya, salah satu hal yang menarik adalah bahwa tidak hanya perempuan yang sudah menikah yang mengikuti program ini, tetapi banyak perempuan yang belum menikah turut dilibatkan.
“Itu penting sekali karena psikologi perempuan itu sangat dinamis, berubah dari tahap-tahap perkembangannya, sehinga perlu untuk selalu diberi inovasi, ilmu, keterampilan untuk menghadapi berbagai tantangan dari setiap fase kehidupannya,” terang Amalia. (iu/yon)