Palembang – Hari ketiga pelaksanaan Forum Temu Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI berjalan semakin menarik. Hal tersebut dikarenakan kehadiran narasumber Prof. Dr. Rhenald Kasali yang disambut dengan antusias tinggi oleh para Humas Pemerintah dari Kementerian/Lembaga/Daerah/ dan Instansi yang hadir.
Dalam materinya, Rhenald Kasali menyampaikan rasa kekhawatiran atas tumbangnya media konvensional dengan kehadiran media online yang akan menjalar pada bidang jasa lainnya.
“Ini sudah terpotret pada industri mal yang mulai gerah juga dengan belanja online. Dan government (pemerintah) pun jangan merasa aman. Bisa jadi public service ke depan akan dikuasai oleh layanan berbasis mesin dan robotik,” tegas Guru Besar Universitas Indonesia ini, Kamis (23/11).
Pertanyaannya, apa semua yang bersifat konvensional akan hilang. Menurut Profesor Kasali tidak, selama ada kreativitas dan sharing economic yang harus terus didorong.
“Konsep owning economic, yakni pola menutup diri terhadap kemitraan dan selalu melihat hal baru sebagai rintangan serta kompetitor, harus beralih pada konsep sharing economic. Contoh yang ada adalah kehadiran taksi online, maka ini akan menjadi kekuatan ekonomi besar apabila ada kemitraan antara taksi konvensional dengan kemajuan teknologi itu sendiri,” tegas Kasali.
Dihadapan peserta temu Bakohumas se-Indonesia yang diselenggarakan di Novotel Hotel, Palembang (21-24 November 2017) ini, pria kelahiran Jakarta ini juga mengingatkan bahayanya sosial media, berita hoax dan kebergantungan yang tinggi manusia dengan gadget.
“Berdasarkan penelitian, penduduk Indoensia dalam penggunaan gadget mencapai 200 kali sehari. Artinya per tiga menit selalu membuka atau bermain gadget. Ini masalah,” ungkap Kasali.
Tingginya kebergantungan terhadap gadget ini pula yang mengontribusi berita-berita hoax, karena pembuat info hoax sangat memahami daya cerna pembaca yang sangat rendah dan cenderung langsung menelan info itu menjadi kebenaran.
Informasi yang tidak benar, lanjutnya, bila di-produce dan dialirkan secara masif akan menjadi ‘kebenaran’. Ini yang terjadi di Indonesia saat ini.
Oleh Kasali dicontohkan tentang isu PHK massal pegawai Jasa Marga (penjaga tol) karena kehadiran e-Tol. Lalu informasi atau berita tentang kebijakan pembangunan infrastruktur itu menyusahkan perekonomian dan tidak produktif.
Serta berita tentang pengelolaan jalan tol yang akan dikuasai Cina hingga isu lambang PKI dalam uang rupiah. “Itu semua hoax, tapi karena diviralkan dan digerakkan secara masif menjadi seakan kebenaran. Ini nggak bagus bagi keberlangsungan bangsa,” tegas pengamat Ekonomi ini.
Dan atas hal tersebut, para pelaku kehumasan harus siap dan kreatif menghadapi itu semua, serta tidak boleh hanya bertindak secara konvensional melalui rilis atau jumpa pers, tapi juga harus memanfaatkan dunia maya itu sendiri. (say/yon)