Klojen – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak guna meningkatkan perlindungan serta pemenuhan hak anak.
Peraturan Pemerintah tersebut diluncurkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam acara peringatan Hari Anak se-Dunia di Alun-Alun Merdeka Kota Malang, Jawa Timur, Senin (20/11).
“PP ini menjadi pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” kata Menteri Khofifah.
Diungkapkannya, PP ini menekankan pada pengasuhan anak yang berbasis keluarga. Sehingga, sasaran utama diterbitkannya PP ini adalah anak-anak yang diasuh oleh keluarga inti sekaligus sebagai pesan perihal kewajiban orangtua untuk memberikan pengasuhan yang baik.
“Pemerintah ingin pelayanan dasar dan pemenuhan kebutuhan setiap Anak akan kasih sayang, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil Anak benar-benar terpenuhi,” ucapnya.
Menteri Khofifah menerangkan, PP tersebut menetapkan standar-standar yang jelas bagi masyarakat untuk mengasuh anak. Tidak hanya itu, kepastian status anak jika tidak diasuh oleh keluarga inti pun menjadi lebih pasti.
“Pengasuhan utama adalah keluarga inti, sedangkan pengasuhan anak berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan non lembaga adalah opsi terakhir dan kalaupun terpaksa dilakukan, sifatnya sementara tidak selamanya, kecuali bagi orang tua yang hak asuhnya sudah dicabut berdasarkan putusan pengadilan,” imbuhnya lagi.
PP ini, lanjutnya, berlaku efektif sejak diundangkan pada16 Oktober 2017. Itu artinya, pemerintah akan terus berusaha meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak dasar anak, baik yang berada dalam pengasuhan keluarga inti, pengasuhan LKSA maupun anak-anak yang diasuh non LKSA.
Kemensos Tingkatkan Akreditasi LKSA
Sementara itu, selama tahun 2017 Kementerian Sosial mentargetkan akreditasi terhadap 2000 ( dua ribu) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Jumlah LKSA yang diakreditasi tersebut meningkat 10 kali lipat dibanding tahun lalu yang mensasar 200 (dua ratus) LKSA. Saat ini Kemensos juga sedang melakukan revisi pedoman Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA).
“Tahun 2016 hanya 200 LKSA yang diakreditasi, tapi tahun 2017 ini jumlahnya mencapai 2000 LKSA. Akreditasi ini penting untuk menghindari kemungkinan adanya fasilitas yang tidak layak serta kemungkinan pengasuhan yang tidak sesuai standar di LKSA,” tutur Menteri Khofifah.
Ia berharap, hasil akreditasi LKSA tersebut dapat segera direspon oleh dinsos agar tindak lanjut pembinaannya dapat segera dilaksanakan. Mengingat, pendaftaran, pengesahan, pengawasan serta pencabutan izin LKSA berada di dinas sosial kabupaten/kota.
Menteri Khofifah mengapresiasi tingginya partisipasi masyarakat yang telah memberikan layanan pengasuhan anak baik melalui LKSA maupun non LKSA. Namun, menurutnya standar pengasuhan dan kelayakan infrastruktur pendukung pun tetap harus terpenuhi.
“Oleh karena itu monitoring dan dukungan pemerintah daerah sangat dibutuhkan agar upaya pelaksanaan PP ini dapat dimaksimalkan,” ujarnya.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, di Indonesia terdapat 11 Juta anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga kakek atau nenek saja. Sedangkan, data dari Direktorat Anak Kementerian Sosial terdapat sekitar 250 ribu anak yang tinggal di lebih dari 6161 LKSA di seluruh Indonesia.
Ditambahkannya, perlindungan terhadap anak merupakan persoalan serius yang butuh perhatian semua pihak, tidak terkecuali masyarakat umum. Karenanya, Kemensos mengajak masyarakat untuk melaporkan ke nomor call center Telepon Pelayanan Sosial Anak (TEPSA) 1500-771, jika melihat di lingkungannya terjadi kekerasan maupun penelantaran terhadap anak.
Sementara, untuk memberikan pelayanan dan pendampingan bagi peningkatan kesejahteraan sosial anak Indonesia, Kemensos juga telah menyiagakan satuan bakti pekerja sosial (Sakti Peksos) sebanyak 805 orang yang tersebar di 440 kabupaten/kota seluruh Indonesia. (Biro Humas Kemsos)