Kedungkandang, MC – Tidak ada yang instan untuk menggapai sebuah kesuksesan, semua hal butuh usaha dan kerja keras. Hal inilah yang bisa dipetik dari pengalaman Serma Sri Purwanto, anggota Koramil 0833/02 Kedungkandang yang merupakan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kelurahan Lesanpuro, Kedungkandang.
Dalam hal pertanian, pengalamannya telah terasah sejak 1995 silam, dan kini ia kerap menjadi narasumber tentang pertanian di berbagai daerah.
Saat ditemui, Kamis (1/11), ia menceritakan, pada tahun 1995 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menggelar Gerakan Kembali ke Desa (GKD). Ini adalah program penghijauan kota agar perkotaan tetap hijau seperti layaknya pedesaan, dan salah satu programnya adalah penanaman model hidroponik. “Saya jadi pelaksana di Yonif 512 saat itu. Kami bikin percontohan menanam dengan polybag,” ucapnya sambil pendangannya menerawang mengingat memori masa lalunya.
Sejak saat itu hingga tahun 2012, kesatuannya masih menggunakan pupuk kimia untuk menyuburkan tanaman. Namun, karena mulai ada yang melakukan pergeseran penggunaan pupuk kimia ke organik, ia mencoba bereksperimen lantaran sejak masuk TNI, dikatakannya jika ia juga mendapat materi tentang pembuatan pupuk. ”Lalu, (pada 2012) saya dirikan kampung organik di Kelurahan Wonokoyo, dekat rumah,” ungkap bapak dua anak itu
Hasil tanaman sayur yang tumbuh bagus dengan pupuk organiknya saat ini bisa menyuplai sejumlah pasar di Kota Malang, dan salah satunya berhasil dipasarkan di pasar modern ternama di daerah Jl. Soekarno-Hatta Kota Malang. Akan tetapi dengan keberhasilan inin, Sri menyebut kalau kemampuannya meracik pupuk organik hanya biasa-biasa saja.
Kembali dikisahkannya, pada tahun 2015 Sri diutus untuk penataran peningkatan kemampuan Babinsa bidang pertanian di Balai Benih Padi, Subang, Jawa Barat. Selama dua minggu Sri mendapatkan ilmu dari ahli pertanian bernama Prof. Nur Jaman. Materinya tentang ramuan organik tanaman (rotan), ramuan organik ternak (roter), dan ramuan organik hama (roma).
Ketiga ramuan itu diciptakan profesor yang juga merupakan teman dekat Asisten Teritorial (Aster) Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Mayor Jenderal TNI Widagdo Hendro Sukoco.
Menurut Sri, Prof. Nur Jaman sangat paham tentang pertanian karena dia merupakan penyuluh dan pemateri utama untuk tanaman organik di Mabes TNI-AD. Dari profesor tersebut lah Sri mengaku banyak belajar tentang tamanan.
”Sekarang saya racik buah, sayur, leri beras, gula merah, dan air kepala. Semua jadi satu dan saya fermentasi, jadilah pupuk organik yang siap digunakan,” kata pria kelahiran 23 Januari 1970 itu.
Nah, karena kemampuannya meracik pupuk itulah kemudian dia dilibatkan dalam pemilihan kampung tematik Kota Malang pada tahun 2017.
Sebagai Babinsa Kelurahan Lesanpuro, dia menginisiasi kampung bertemakan tanaman organik, yakni kampung wisata sayur organik barang bela negara agro yang ada di Lesanpuro.
”Hortikultura dan tanaman organik juga bagian dari bela negara. Sekarang memang masih tahapan pembangunan yang diteruskan. Namun, untuk edukasi masyarakat sudah saya lakukan berkala,” ucapnya.
Hasilnya, kampung tersebut mendapat peringkat enam dari total sepuluh besar nominator kampung tematik Kota Malang 2017.
Nama Sri mulai dikenal usai foto dirinya diunggah di jejaring sosial facebook saat dia memimpin prosesi penanaman sayur di kampungnya pada April 2017. Saat itu, Sri memberi penyuluhan kepada warga dari atas panggung sambil memegang mikrofon di depan banyak audiens.
”Saat saya unggah, Prof. Nur Jaman berkomentar tanya saya sedang apa. Saya jawab sedang memberi penyuluhan tentang tanaman organik rotan dan roma. Beliau hanya jawab dengan tiga jempol. Mantap dan lanjutkan,” ceritanya sambil mengingat momen itu.
Tanpa disangka, dua minggu kemudian ahli tanaman dan penyuluh TNI-AD itu memberikan kontak lewat pesan di jejaring sosial agar segera dihubungi.
”Saya hubungi itu nomernya profesor. Ternyata saya diminta menjadi pemateri untuk penyuluhan Babinsa di Bogor. Saya kaget dan berdebar-debar. Dan tentu saya perlu pikir dulu,” kata Babinsa yang tinggal di Perum Pesona Buring Raya Wonokoyo itu.
Namun, kebimbangan Sri jadi pemateri atau tidak sirna saat turun perintah dari pusat. Sri harus benar-benar berangkat. Sebelumnya, dia hanya terbiasa menyuluh warga biasa seperti PKK, petani, siswa, dan petugas kelurahan. Sri pun mengisi biodata diri yang dikirimnya ke pusat.
”Saya nangis saat itu. Bimbang dan waswas. Istri juga sedang mengunjungi anak pertama yang lagi tugas kedinasan. Akhirnya saya titipkan anak kedua ke tetangga. Saya tetap memilih berangkat saat bulan puasa itu,” ucap pria kelahiran Pasuruan ini.
Sebelum berangkat, diceritakannya jika dia dipanggil Dandim saat itu yakni Letkol Arm Aprianko Suseno. ”Dandim menepuk pundak saya dan memberi semangat,” kisahnya lagi.
Pada akhirnya, Sri jadi pemateri penyuluhan hortikultura peningkatan pertanian aparat kewilayahan. Audiens-nya adalah Pasi Teritorial dan Babinsa dari seluruh batalyon. Awalnya Sri gugup, karena ada juga peserta yang pangkatnya lebih tinggi dari Sri, namun akhirnya dia berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selanjutnya, pada Agustus 2017, Sri diterbangkan ke Pusat Pendidikan Teritorial (Pusdikter) TNI-AD di Bandung. Dia lagi-lagi menjadi satu-satunya pemateri tanaman hortikulutra di TNI-AD. Selama dua minggu di Bandung ia memberikan materi untuk utusan personel seluruh batalyon non apkowil.
“Sejak dulu tidak ada. Saya katanya yang pertama sejak diadakannya materi hortikulutra dalam penataran,” terang dia.
Meski begitu, rasa segan dan takut saat memberikan materi masih ada dalam diri Sri. ”Saya bukan akademisi. Ya bilang C kadang jadi A, lalu jadi B, dan lain-lain. Bilang itu jadi iti. Diketawain sama peserta,” ceritanya sambil tertawa. (say/yon)