Artikel

Peneliti UB: Sinar UV Bisa Bersihkan Udara dari Virus Corona

Klojen (malangkota.go.id) – Laporan penelitian dari Tim Universitas Brawijaya (UB) dan BMKG menunjukkan bahwa di wilayah dengan indeks sinar Ultraviolet (UV) dari matahari yang tinggi dan tidak ada pencemaran udara masif, jumlah orang terinfeksi corona jauh lebih sedikit.

Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Drs Sutiman Bambang Sumitro

Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Drs Sutiman Bambang Sumitro, menjelaskan sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA dan protein virus, sehingga bisa menginaktifkan virus di udara bahkan yang menempel di benda-benda padat. “Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar Ultraviolet (UV) dari matahari mampu membersihkan corona yang ada di udara,” kata Prof. Sutiman, Sabtu (13/06/2020).

Hal ini, kata dia, membuat Indonesia yang berada di Khatulistiwa sangat diuntungkan karena mendapat limpahan sinar UV dibandingkan negara subtropis. “Di wilayah subtropis seperti New York, Milan, Spanyol yang indeks UVnya rendah dan pencemaran udaranya tinggi, menyebabkan orang tertular melalui media udara (airborne), sehingga jumlah penderita COVID-19 nya sangat banyak,” imbuh Prof Sutiman.

Indeks UV yang tinggi umumnya didapatkan pada siang hari. Dengan demikian di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus Corona. “UV tinggi kurang baik bagi orang subtropis  berkulit putih ketika mendapat sinar UV tinggi. Sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi tidak masalah,” urainya.

Meskipun demikian, lanjut dia, bagi penduduk yang jarang ada di luar ruangan, kulit manusia juga bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV misalnya di pantai atau di gunung tinggi.

Kemampuan sebagai disinfektan dari sinar UV ini dimanfaatkan untuk sterilisasi  angkutan umum seperti bis dan kereta api. Bahkan UV dipakai untuk sterilisasi atau membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit. “Sebenarnya kita tidak perlu melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada siang hari,” sambung Sutiman.

Namun demikian, keuntungan mendapatkan limpahan sinar UV harus didukung dengan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah, seperti menjaga jarak dan memakai masker. Sebab, keberadaan sinar UV akan sia-sia jika tidak didukung pola hidup sehat.

Jadi meskipun, mendapatkan sinar UV banyak tapi bila masih banyak warga berkerumun di tempat-tempat umum, maka kasus baru yang muncul juga masih akan ada. Kita harus mensyukuri berkah limpahan sinar UV matahari ini  dengan melakukan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah.

Seperti menghindari kerumunan, menjaga jarak dan memakai masker. “Lebih dari itu, kita harus menumbuhkan empati agar tidak menjadi penular, karena  ada orang-orang dengan kondisi tertentu rentan untuk menderita keparahan ketika terinfeksi covid-19,  “kata Sutiman.

Sementara itu salah satu peneliti yang juga bekerja sama dengan Prof Sutiman, Dr. Novanto Yudistira dari Lab. Sistem Cerdas FILKOM mengatakan bahwa penelitian ini  menggunakan teknik analisis Big data dan machine learning yang dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.

Big data yaitu menganalisa data yang besar dari berbagai sumber di internet yang berubah setiap harinya sedangkan machine learning yaitu memprediksi perkembangan pandemi dengan big data dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer

Informasi lain dari hasil penelitian ini,  di Indonesia dan wilayah tropis lainnya kemungkinan besar penularan terbanyak diperkirakan bukan dari  airborne udara, namun lebih banyak dari kontak orang ke orang. (UB/say/yon).

You may also like

Skip to content