Malang, (malangkota.go.id) – Menjelang Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriah, warga binaan (wabi) di lembaga pemasarakatan (lapas) perempuan kelas IIA Sukun, Kota Malang kebanjiran pesanaan aneka kue kering. Pesanan kue ini seperti nastar, putri salju, kastengel dan kue kacang juga banyak dipesan warga yang ada di luar lapas. Seperti warga di sekitar lapas serta saudara dan tetangga petugas lapas.
Aneka kue ini dipatok mulai harga puluhan hingga ratusan ribu rupiah, tergantung jenis dan paket yang dipesan. Misalnya beberapa jenis kue digabung dan dikemas seperti mini parcel, maka harganya tentu berbeda dengan membeli bijian.
Sebanyak 10 orang warga binaan yang terlibat membuat kue ini merupakan peserta terbaik pada pelatihan membuat kue yang digelar beberapa bulan sebelumnya.
Kepala Lapas Perempuan Kelas IIA Sukun, Kota Malang, Tri Anna Aryati, mengatakan jika pihaknya sangat bangga dengan para warga binaannya tersebut. Sebelumnya, mereka telah mengikuti pelatihan khusus dan mengundang pemateri yang ahli di bidangnya.
“Dari 10 orang yang dipercaya membuat aneka kue ini merupakan peserta 10 terbaik ketika mengikuti pelatihan. Kue hasil buah tangan warga binaan ini tak kalah rasa dan enaknya dengan kue yang dijual di pasaran,” ujar Tri Anna, Kamis (29/4/2021).
“Kebetulan di bulan ramadan ini menjelang lebaran banyak sekali petugas atau teman-teman kita yang langsung memesan kue untuk lebaran di lapas perempuan Malang ini. Kita tahu bahwa memang pembuatannya itu enak, tidak kalah dengan yang di luar. Jadi kenapa musti jauh-jauh pesannya kalau di depan mata sudah ada,” jelas perempuan berhidjab itu.
Tak hanya mendapat pengetahuan dan keterampilan, dari praktik membuat aneka kue ini para warga binaan juga mendapat pembagian dari hasil penjualannya berupa tabungan. Pihak lapas tidak meberikan uang tunai, dan tabungan itu nantinya akan dikalkulasikan dengan besaran belanja atau kebutuhan warga binaan. Seperti untuk membel sabun, pasta gigi, biaya pencucian baju dan lain-lain.
Bekal keterampilan ini pun, ditambahkan Tri Anna, diharapkan bisa menjdai bekal bagi para warga binaan setelah mereka keluar dari balik jeruji besi serta mengembangkan kemampuannya yang diperoleh selama menjadi warga binaan. Dengan demikian, mereka akan menjadi yang lebih baik, bisa diterima masyarakat dan bahkan menjadi contoh atau pioner dalam menggerakkan ekonomi secara mikro.
Lebih jauh Tri Anna menyampaikan, yang tak kalah penting, nantinya tidak terlintas lagi di benak mereka untuk kembali ke dunia hitam. “Lagi pula kenapa harus kembali ke jalan yang salah di mata hukum, jika setelah keluar dari lapas para warga binaan ini bisa mengembangkan berbagai keteramilannya. Seperti menjahit, membuat rajut, aneka suvenir dan sebagainya. Karena kami memberikan berbagai keterampilan bagi mereka selama menjadi warga binaan,” pungkasnya. (say/ram)