Malang, (malangkota.go.id) – Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berupaya mendorong pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengambil langkah-langkah percepatan penyerapan APBD Tahun 2021. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyelenggarakan rapat koordinasi percepatan realisasi APBD provinsi, kabupaten/kota tahun anggaran 2021.
Wakil Wali Kota Malang, Ir. H. Sofyan Edi Jarwoko mewakili Kota Malang dalam kegiatan yang dilaksanakan melalui video conference dari Ngalam Command Canter (NCC), Selasa (25/5/2021).
Selain mendorong daerah untuk mempercepat realisasi APBD, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian juga mengingatkan bahwa Indonesia saat ini tengah berupaya untuk melakukan pemulihan ekonomi (economy recovery). Hal ini karena pandemi Covid-19 telah membuat kontraksi yang cukup dalam di semua negara dan di bidang ekonomi dan keuangan. Tak hanya Indonesia, hampir semua negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Economy recovery ini sangat penting. Dua permasalahan yang menjadi tantangan bagi kepala negara di seluruh dunia adalah bagaimana mengendalikan pandemi Covid-19 dan bagaimana menyelamatkan ekonomi, karena tanpa ekonomi yang baik maka di samping peningkatan kapasitas kesehatan untuk mengendalikan pandemi sulit dilaksanakan tetapi juga akan menimbulkan dampak sosial,” papar Tito.
Mendagri menyampaikan arahan Presiden yang menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua tahun 2021 harus di atas 7 persen. Target tersebut hanya bisa dilakukan jika semua stakeholder pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonominya.
Berdasarkan data yang ada, beberapa daerah di Indonesia mampu bertahan dengan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, seperti Papua sebesar 14,28 persen, Maluku Utara 12,45 persen, dan Sulawesi Tengah 6,26 persen. Ada juga daerah lain yang masih menunjukkan pertumbuhan positif, yaitu Yogyakarta, Sulawesi Utara, Papua Barat, Bangka Belitung, Riau, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tenggara.
“Tapi provinsi lain mengalami pertumbuhan ekonominya masih minus terutama yang paling dalam adalah Bali -9,85 persen karena Bali sangat tergantung pada sektor wisata. Kita ingin agar pertumbuhan ekonomi nasional bergerak di 7-8 persen,” sambungnya.
Pertumbuhan ekonomi nasional ini bisa dicapai dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah. Semua harus bergerak bersama dan belanja pemerintah menjadi tulang punggung utama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan memancing sektor swasta. Oleh karena itu belanja pemerintah menjadi sangat penting untuk segera dicairkan dan dibelanjakan.
Tito menegaskan bahwa di tahun 2021 ini, pemerintah mengatur ritme target belanja per tiga bulan, khususnya kebijakan dari pusat untuk menggenjot realisasi belanja pada triwulan kedua. Maka diharapkan pusat dan daerah mendorong percepatan belanja pada bulan April, Mei, dan Juni.
“Dari data yang kita peroleh, di tingkat nasional ada beberapa daerah yang realisasi belanjanya masih di bawah 20 persen sampai bulan Mei. Jika dibandingkan tahun 2020 lalu, realisasi belanja di bulan Mei 2020 kita membelanjakan Rp280 triliun lebih untuk gabungan provinsi dan kabupaten/kota atau setara dengan 20,58 persen dari APBD,” katanya lagi.
Tapi yang terjadi per 15 Mei 2021 kita baru mencapai 19,67 persen meskipun dari April ke Mei terjadi peningkatan yang cukup signifikan,” jelas pria yang pernah menjabat sebagai Kapolri ini.
Jika dilihat dari capaian realisasi masing-masing provinsi, hingga kini lebih banyak provinsi yang masih belum mencapai 20 persen. Provinsi dengan realisasi belanja APBD 2021 adalah Aceh dan Papua Barat. Untuk tingkat kabupaten/kota yang paling tinggi realisasi belanjanya adalah Kabupaten Cianjur yang mencapai 34,74 persen, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Landak yang masih 4,42 persen.
“Di tingkat nasional sudah cukup baik, dari belanja kementerian/lembaga juga cukup baik. Problemnya adalah di tingkat daerah. Kita sudah melakukan komunikasi dengan berbagai daerah untuk mengetahui apa penyebab atau hambatan sehingga realisasi belanja tidak sesuai target,” beber mantan Kapolri itu.
Ada beberapa permasalahan, di antaranya adanya sisa dana penghematan/pelaksanaan program kegiatan atas belanja tahun sebelumnya yang belum dimanfaatkan, adanya kelebihan target pajak daerah dan retribusi daerah tahun anggaran 2020, belum disalurkannya bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota, belum dibayarkannya kewajiban kepada pihak ketiga dari anggaran tahun lalu. Namun sudah tutup tahun anggaran sehingga menjadi silpa yang akan diselesaikan pada tahun berikutnya.
Beberapa masalah lain yang dihadapi, seperti masih berlangsungnya proses audit dari BPK RI, adanya indikasi uang kas yang tersimpan di bank umum, masih menunggu selesainya kegiatan perencanaan, adanya realokasi anggaran oleh pemerintah daerah untuk penanganan Covid-19, pergantian kepala daerah di tahun 2020, dan kekhawatiran kepala daerah dalam membelanjakan APBD di era pandemi yang berimplikasi terhadap masalah hukum. (ari/ram)