Artikel

12.566 Kasus Kekerasan Anak Terjadi di 2021, Ini Kata Psikolog Nirma Yullidya

Malang, (malangkota.go.id) – Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021.

Nirma Yullidya, S.Psi., M.Psi, Psikolog

Pada anak-anak, kasus yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen, serta sisanya berupa kekerasan jenis lainnya pada anak berupa penelantaran, perdagangan manusia (trafficking), eksploitasi ekonomi, dan lain-lain.

Menurut Psikolog Nirma Yullidya, S.Psi., M.Psi, anak merupakan anugerah sekaligus titipan Tuhan yang harus disayang, dirawat, dijaga, dan dididik. Anak selalu membutuhkan cinta, perhatian dan tanggung jawab dari orang tua. Namun realitanya tak semua anak mendapatkan dan merasakan ‘kehangatan’ dalam keluarganya. Bahkan, beberapa anak sudah mengalami kekerasan pada usia yang sangat muda.

“Mungkin kita sebagai orang tua seringkali secara sadar maupun tidak, pernah melakukan kekerasan pada anak. Banyak orang tua yang masih mendidik anaknya dengan menggunakan kekerasan, ujar Nirma Yullidya saat ditemui Media Center Kendedes, Sabtu (1/1/2021).

BACA JUGA: https://malangkota.go.id/2022/01/01/kekerasan-pada-anak-psikolog-nirma-penyebabnya-warisan-antargenerasi/

Orang tua, kata dia, perlu ingat bahwa kekerasan sekecil apapun dapat menimbulkan dampak berkepanjangan, bahkan akan mempengaruhi karakter anak di masa depan. Kekerasan tentu perbuatan yang disengaja yang akan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi anak tersebut, dari luka kecil hingga bahkan kematian.

“Banyak orang yang mengaitkan perilaku kekerasan hanya yang melibatkan fisik saja. Nyatanya ada berbagai macam bentuk kekerasan dan kekerasan fisik hanyalah salah satunya,” sambung Nirma Yullidya.

Secara umum, di psikologi ada empat bentuk kekerasan pada anak yang harus dihindari, seperti physical abuse (kekerasan fisik), psychological abuse (kekerasan psikologis/emosional), sexual abuse (kekerasan seksual), dan social abuse.

“Tindakan kekerasan fisik wujudnya seperti pukulan, tendangan, dan juga kadang menggunakan benda tumpul dan benda tajam untuk menyakiti anak. Jika dikaitkan dengan hukum, kekerasan fisik akan lebih mudah untuk diselidiki karena kebanyakan akan menimbulkan luka,” ujarnya.

Sementara itu, kekerasan psikologis/emosional kebanyakan orang tua tidak sadar telah melakukan kekerasan psikologis pada anak. Misalnya membentak anak, membandingkan anak, meremehkan atau mempermalukan anak, berteriak di depan anak, mengancam anak, dan mengatakan bahwa anak tersebut tidak baik.

“Sedangkan kekerasan seksual tidak hanya saat terjadi kontak fisik saja. Perlakuan prakontak, seperti perkataan, menunjukkan gambar atau video porno juga sudah termasuk kekerasan seksual,” katanya.

Selain itu, kata dia, kekerasan sosial yang kerap dialami anak adalah penelantaran orang tua kepada anak. Anak tidak diurus, diabaikan, tidak dihidupi, tidak diberi makan bahkan uang sekolah tidak dibayarkan itu termasuk kekerasan sosial. Bahkan anak dianggap tidak ada. Hal ini banyak terjadi dan jadi bibit anak akan bermasalah kelak.

“Sekarang yang paling marak terekspose media adalah kekerasan secara seksual, tetapi kalau kita tilik lagi juga kebanyakan diawali dengan kekerasan fisik. Belum lagi secara emosional atau psikologis mereka juga terluka dan menyembuhkannya tidak semudah menyembuhkan luka secara fisik di tubuh mereka. Bisa jadi membekas seumur hidup mereka dan itu sungguh mengerikan menurut saya,” pungkasnya. (ari/ram)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You may also like

Skip to content