Malang, (malangkota.go.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terus berupaya menjaga kualitas udara di wilayah Kota Malang. Sehingga komitmen untuk memberikan informasi mutu udara yang tepat dan akurat kepada masyarakat pun terus digalakkan.
Salah satu metode yang digunakan oleh DLH Kota Malang adalah dengan memantau kondisi udara ambien Kota Malang melalui aplikasi ISPUNet KLHK. Melalui aplikasi ISPUNet ini dapat dilihat data hasil pemantauan kualitas udara berupa nilai Indeks Standar Pencemaran Udara ( ISPU) Kota Malang yang diukur melalui alat Air Quaity Monitoring System (AQMS).
Analis Sistem Mutu dan Lingkungan DLH Kota Malang, Sista Nandini, S.Si menyampaikan, di Malang ada tujuh parameter uji udara ambien. Tujuh parameter yang menjadi parameter ujinya, yaitu PM2.5, PM10, CO, NO2, SO2, O3, dan HC. Jadi kondisi udara ambien Kota Malang dilihat dari tujuh parameter tersebut.
“Pada aplikasi tersebut, ada lima keterangan kualitas udara dengan warna yang berbeda. Pertama, Baik (0-50) dengan indikator berwarna hijau yang berarti tingkat kualitas udara yang sangat baik,” kata Sista, Selasa (15/0/2022).
Kedua, sedang (51-100) berwarna biru yang berarti tingkat kualitas udara masih dapat diterima pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Ketiga, tidak sehat (101-200) berwarna kuning yang berarti tingkat kualitas udara bersifat merugikan pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
“Lalu keempat, keterangan sangat tidak sehat (201-300) berwarna merah yang berarti tingkat kualitas udara yang dapat meningkatkan risiko kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Kelima, keterangan berbahaya (>300) dengan warna hitam yang berarti tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan serius pada populasi dan perlu penanganan cepat,” sambungnya.
Oleh karena itu, kata dia, dapat dilihat keterangannya, ketika warna hijau seperti apa dan seterusnya. DLH Kota Malang bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selalu memantau kondisi udara tersebut. DLH Kota Malang selalu memantau dan segera turun untuk melakukan mitigasi misal ketika tingkat kualitas udara berwarna kuning atau tidak sehat.
“Ketika udara tidak sehat, kami lihat terlebih dahulu apa yang terjadi. Kami evaluasi di sekitar situ ada apa. Misal parameter PM10-nya tinggi sekali, kami lihat di sekitar situ ternyata mungkin di situ ada pembakaran. Biasanya kalau PM10 itu terkait dengan pembakaran seperti asap di sekitar situ. Kemudian, DLH segera melakukan mitigasi atau minimalisir. Kami redakan, andai ada orang bakar sampah maka segera kami matikan dan memberikan imbauan,” ungkapnya.
Dalam kondisi di atas, DLH Kota Malang akan melakukan mitigasi berkelanjutan sampai kondisi udara kembali sedang atau ditargetkan baik kembali. Indikator keterangan dan warna tersebut menjadi penanda dalam pemantauan udara. Dalam memantau udara, agar informasi tentang mutu udara tersebut mudah dipahami oleh masyarakat, maka hasil pemantauan mutu udara dari stasiun pemantauan akan diindekskan atau diangkakan dalam range seperti yang dijelaskan sebelumnya.
“Sehingga dapat diketahui, misal pada range sekian hingga sekian ISPU atau indeksnya baik. Jadi kondisi udara di sekitar Kota Malang diangkakan. Nah, ini menjadi salah satu pemantauan udara di Kota Malang. Ada juga pemantauan udara dengan metode lain. Jadi ada beberapa alat pemantau udara ambien di Kota Malang,” tutupnya. (eka/ram)