Kedungkandang (malangkota.go.id) – Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 Hijriah dan Tahun Baru Jawa 1 Sura 1957, masyarakat Madyopuro Kota Malang menggelar ritual Mbabar Mbubur Suro di area pesarean Ki Ageng Gribig Malang, Rabu (19/7/2023).
Dimotori oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Gribig Religi (KGR), berbagai kegiatan dilakukan, mulai dari kirab tumpeng hingga membuat bubur sura yang dilaksanakan secara bersama-sama.
Ketua Pokdarwis KGR, Devi Arif mengungkapkan ritual Mbabar Mbubur Suro ini adalah kegiatan bersama warga Madyopuro untuk membuat bubur Sura yang dilakukan secara gotong royong untuk kemudian disedekahkan kepada warga dan para pengunjung pesarean Ki Ageng Gribig. “Kegiatan ini adalah kegiatan mapak (Bahasa Jawa yang artinya menjemput) hadirnya Bulan Sura sekaligus bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Kuasa,” jelas Devi, Rabu (19/7/2023).
Kegiatan bersama ini dimaksudkan masyarakat Madyopuro adalah untuk membersihkan diri di bulan Sura. Bubur Sura merupakan bubur beras yang kemudian dilengkapi dengan taburan telur dadar dan sambal goreng tempe, sayur kacang panjang dan juga bumbu rempah. “Perpaduan semua bahan makanan itu membuat bubur Sura menjadi gurih, asin, pedas dan manis seperti halnya perjalanan hidup manusia yang penuh dengan dinamika,” terang Devi.
Ritual Mbabar Mbubur Suro ini diakui Devi merupakan salah satu misi untuk bisa nguri-uri budaya sekaligus mengembangkan kepariwisataan di kompleks pesarean Ki Ageng Gribig. Diungkapkannya, Pokdarwis KGR dalam satu tahun kurang lebih memiliki enam program kegiatan, termasuk Mbabar Mbubur Suro ini. “Biar lebih mudah diingat, ritual kegiatan ini disebut Mbabar Mbubur Suro,” tegas Devi.
Kegiatan ini sudah mulai digiatkan sekitar tahun 2020 pada masa pandemi Covid-19 dengan maksud ada daya tarik lain yang membuat obyek wisata religi dapat terus berjalan bisa terus eksis dan berkelanjutan hingga hari ini. “Motivasi yang utama adalah pengunjung yang datang ke pesarean Ki Ageng Gribig saat Sura bisa bareng-bareng mencicipi jenang sura atau bubur sura yang memang dibuat oleh masyarakat sekitar makam,” beber Devi.
Lebih jauh Devi menyebutkan bahwa bubur sura sendiri memiliki makna harapan untuk menjalani tahun baru dengan hati yang putih dan bersih. “Sederhananya, jenang sura dengan watak putihnya itu mengharapkan bahwa ini awal tahun, ini awal pengharapan, awal doa, dan kita sebagai orang Jawa sebaiknya berbaik sangka. Harapannya dalam satu tahun ke depan apa yang kita dapatkan, serta nikmat yang diberikan oleh Allah SWT semuanya baik-baik saja,” pungkas Devi. (cah/yon)