Jakarta (malangkota.go.id) – Ada tiga hal pokok yang seringkali jadi permasalahan sebuah kota, yakni isu kemacetan (transportasi), banjir, dan juga sampah. Ketiganya seakan menjadi momok, terlebih masalah sampah. Keterbatasan lahan yang dihadapkan pada volume sampah yang terus bertambah berpotensi terjadinya krisis sampah.
Hal ini pula yang menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang terwujud pada acara talkshow dengan tema ‘Membangun Circular Economy, Pengelolaan Sampah Melalui Bank Sampah’.
Acara yang digelar di Jakarta Convention Center, Jumat (20/7 ) ini menghadirkan best practice bank sampah yang dinilai sukses yakni Kota Malang dan Kota Makassar. “Kita pilih dua kota ini karena secara faktual bank sampahnya berkembang dan khususnya di Kota Malang mampu bertransformasi sebagai penopang ekonomi selain misi lingkungan,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK RI, Rosa Vivien Ratnawati.
Pada kesempatan kali ini Kota Malang dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Malang Drs. Wasto, SH, MH yang juga lama berkecimpung di dunia pengolahan sampah kala menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang. Sementara Kota Makasar dihadiri langsung oleh Walikota Makassar Danny Pomanto.
Timbunan sampah yang ada di Kota Malang saat ini mencapai 659,88 ton per hari, dan itu akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Terlebih sebagai kota migran, kepadatan dan kerapatan hunian akan semakin tinggi di kota dengan komposisi penduduk yang mencapai lebih satu juta bila terhitung dengan warga pendatangnya.
Berdasarkan jenisnya, terinci 230,96 ton sampah anorganik (35 persen) dan 428,92 ton sampah organik (65 persen). Bank Sampah Malang juga terus mengedukasi warga untuk mau menjadi nasabah yang secara otomatis menopang langkah pengolahan sampah melalui strategi 3R (Reduce, Recycle, Reuse).
“Hingga kini jumlah nasabah BSM mencapai 30 ribu nasabah dengan omzet 300 juta per bulan. BSM telah mampu memilah 72 jenis sampah yang bernilai ekonomi dan kapasitas pengolahan lima ton per hari. Artinya masih 2,1 persen sampah anorganik yang mampu tereduksi melalui program bank sampah,” jelas Wasto dengan gamblang.
Menurutnya hal ini menjadi potensi tersendiri karena ada peluang untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sampah anorganik. “Ini linear dengan strategi pemberdayaan dan peningkatan kualitas ekonomi,” imbuhnya lagi.
Sejak beroperasional pada tahun 2011 , BSM kini juga memberikan layanan nasabah luar kota yakni dari Kabupaten Malang, Kota Batu dan Kota Blitar. Dengan memperhatikan potensi sampah secara ekonomi, dijelaskannya bahwa Pemkot Malang telah membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Supit Urang. Ke depan, di sekitar area TPST rencananya akan dibangun gudang dan tempat produksi senilai Rp2 milyar.
Dijelaskan pria yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Kepala Bappeda Kota Malang itu, bahwa BSM telah mampu memunculkan inovasi seperti pinjam uang bayar sampah, bayar listrik dengan sampah, bayar sekolah dengan sampah, termasuk menginspirasi klinik asuransi sampah yang dikembangkan dr. Gamal Albinsaid.
Harapan besar terhadap juga diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK RI, Rosa Vivien Ratnawati. Ia berharap BSM mampu menjadi salah satu bagian solusi sampah yang dapat diterapkan di daerah lainnya.
“Wajar Kota Malang mendapat penghargaan top inovasi dari Pemerintah karena memang secara faktual benar. Ada tumpukan emas hitam di sampah,” puji Rosa atas keberadaan BSM Kota Malang dan langkah strategi pengolahan sampah Kota Malang. (say/yon)