Klojen (malangkota.go.id) – Usai memimpin apel pagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Malang, Senin (14/1/2019) di halaman depan Balai Kota Malang, Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji menyerahkan Anugerah Adiwiyata Tingkat Kota pada 36 Satuan Pendidikan jenjang SD dan SMP yang ada di Kota Malang serta sertifikat penetapan bangunan Cagar Budaya yang ada di Kota Malang.
Ada 32 bangunan dan struktur yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya, diantaranya bangunan Balai Kota Malang, bangunan Bank Indonesia, Bangunan Kantor Pajak Pratama, Bangunan Gereja Immanuel, Bangunan Gereja Idjen, Bangunan Sekolah SMA 4, Bangunan Rumah Dinas Wali Kota Malang, Bangunan Sekolah Cor Jesu, Bangunan Hotel Pelangi, Bangunan Rumah eks Toko NIMEF, Bangunan Asrama Bali, Bangunan Gedung AIA, Bangunan Stasiun Kota Lama, dan Bangunan Makam Bupati Malang.
Selain itu, Bangunan Rumah Anjasmoro 25, Struktur Tandon Air Tlogomas, Struktur Jembatan Mojopahit, Struktur Jembatan Kahuripan, Struktur Buk Gluduk, Bangunan KPPN, Bangunan Gereja Hati Kudus, Bangunan Sekolah Frateran, Bangunan Bank Mandiri Merdeka dan Bangunan Bank Commonwealth.
Disampaikan Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji, para budayawan dan arsitek juga menghendaki, serta tidak salah manakala Malang menjadi tujuan wisata heritage karena maknanya cukup luas. Kota ini mempunyai akar budaya Indonesia, terlebih akar budaya Malang yang harus dikuatkan.
“Sehingga kita tetapkan selain kawasan heritage maka ada bangunan-bangunan heritage yang dipertahankan. Karena ketika nanti punah atau kita tidak mempertahankan dan tidak menghiraukan, pelan tapi pasti itu akan berubah. Kita sudah banyak kehilangan heritage dari Kota Malang,” imbuhnya.
Sutiaji juga mengatakan bahwa bukan hanya bangunan saja, namun juga terdapat pohon heritage. Pohon trembesi yang bentuknya seperti jendela, pohon beringin yang usianya sudah tua, pohon kenari yang jumlahnya lebih dari 147 pohon dan juga teratai termasuk tumbuhan heritage yang tidak banyak dimiliki kota lain. “Pohon-pohon tersebut jangan sampai punah,” imbuhnya.
Lebih jauh Sutiaji menyampaikan bahwa Kota Malang menjadi Heritage Tourism, jadi kita menjadi Kota Heritage. “Tentunya akan ada reward and punishment bagi siapapun yang merusak kawasan Heritage di Kota Malang,” tegasnya
Selain itu, pada kesempatan ini Sutiaji juga menyerahkan piagam penghargaan Sekolah Adiwiyata Kota Malang 2018. Tercatat ada 18 SD dan tujuh SMP menerima penghargaan Anugerah Adiwiyata Tingkat Kota Tahun 2018. Untuk jenjang SD Swasta diantaranya ada SDI Mohammad Hatta, SDI Surya Buana, SDIT Mutiara Hati, SDK Marsudi Siwi, SDK Santo Yusup 3, dan SD Muhammadiyah 8 Malang.
Pada jenjang SD Negeri, penerima Anugerah Adiwiyata Kota Tahun 2018 terdiri atas SDN Arjowinangun 2, SDN Bunulrejo 3, SDN Bunulrejo 5, SDN Jatimulyo 3, SDN Karangbesuki 3. SDN Kotalama 1, SDN Kotalama 2, SDN Kotalama 3, SDN Kotalama 4, SDN Kotalama 5, SDN Kotalama 6, SDN Lowokwaru 3, SDN Lowokwaru 4, SDN Lowokwaru 5, SDN Madyopuro 3, SDN Mojolangu 2, SDN Pisangcandi 1, SDN Pisangcandi 2, SDN Polehan 1, SDN Purwantoro 3, SDN Sawojajar 6, SDN Sumbersari 2, dan SDN Tlogowaru 1.
Anugerah Adiwiyata Kota Tahun 2018 juga diserahkan pada Satuan Pendidikan jenjang SMP baik swasta maupun negeri, di antaranya kepada SMP Kartika IV-9, SMPK Cor Jesu, SMPK Marsudi Siwi, SMPK Santa Maria 1, SMPK Santo Yusup 2, SMP Taman Dewasa dan SMP Negeri 24 Malang.
“Kami harapkan tetap berkomitmen yang terus-menerus, karena ini sudah ditetapkan sebagai Sekolah Adiwiyata. Sekolah yang berbasis lingkungan, sekolah yang menghargai lingkungannya. Makna sesungguhnya adalah, mendidik itu menyantuni, mendidik adalah menyayangi,” tutur Sutiaji.
Sementara itu terkait penetapan 32 bangunan dan struktur bangunan sebagai Cagar Budaya ini, pemerhati cagar budaya Kota Malang, Dwi Cahyono mengungkapkan kebahagiaannya karena pada akhirnya ada perhatian dari Pemerintah Kota Malang untuk menetapkan kawasan cagar budaya.
“Setelah ada sertifikat penetapan cagar budaya, masih banyak sekali pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar cagar budaya itu terus lestari dan menjadi ikon Kota Malang,” terang Dwi, Senin (14/1).
Penetapan sebagai cagar budaya ini, menurut Dwi membawa tanggung jawab agar ke depannya bisa lebih baik lagi dalam melakukan perawatan. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pemilik kawasan tersebut dapat memberikan perhatian, termasuk saat kedatangan tamu atau wisatawan.
“Tidak boleh ketika sudah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, tetapi saat ada wisatawan datang pemilik tidak berkenan,” kata Dwi.
Ditambahkannya, penetapan sebagai kawasan cagar budaya banyak konsekuensi yang harus dilakukan. Oleh karena itu saat ini perlu sekali dilakukan bagaimana penetapan standar operasional prosedur (SOP) dalam pengelolaan kawasan cagar budaya. (say/cah/yon)