Klojen, MC – Sepekan lebih atau tepatnya delapan hari melakoni jalan mundur naik turun gunung yakni Bromo dan Semeru, Iswahyudi alias Tarpin menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk bisa menyelesaikan rute yang ditempuhnya. Saat melintas di depan Balai Kota Malang, Tarpin yang berjalan mundur dengan bantuan spion yang selalu melekat di badannya itu harus menerjang hujan yang saat itu turun dengan derasnya, Senin (25/10).
Meskipun begitu, saat melintas di depan Balai Kota Malang, Tarpin dengan didampingi anggota tim SAR dan Komunitas Gimbal Alas tampak begitu bersemangat untuk menyelesaikan perjalanan yang mencapai 298 kilometer itu.
Tarpin yang berasal dari Tumpang ini memulai perjalanannya dari Kampung Rampal Celaket tanggal 25 Oktober 2016. Setelah delapan hari menjalani laku berat mendaki ke Gunung Bromo dan Gunung Semeru dan kemudian kembali ke Malang dengan berjalan mundur, Tarpin akhirnya melintas di Kota Malang sekitar pukul 13.15 WIB dan sampai di garis finis di Pendopo Kabupaten Malang sekitar pukul 13.30 WIB.
Apa yang dilakukan Tarpin ini berhasil membuktikan bahwa berjalan kaki mundur bukan sekedar untuk bergaya atau mencari sensasi saja, namun lebih dari itu bisa juga untuk meraih prestasi. “Saya ingin mengampanyekan kepada masyarakat bahwa berjalan mundur bukan sekedar untuk gaya-gayaan, tetapi juga bisa meningkatkan kesehatan,” jelas Tarpin.
Sebelum tiba di Malang, diceritakannya jika ia harus menjalani perjalanan berat saat ke Bromo dan Semeru. Beratnya medan membuatnya sempat tiga kali jatuh. Namun demi prestasi, halangan-halangan itu tidak membuatnya berkecil hati namun justru semakin membuatnya bersemangat menyelesaikan rute.
Sebelumnya, di tahun 2013 ia pernah berjalan mundur mendaki Gunung Semeru, di tahun 2014 Gunung Rinjani, dan di tahun 2016 ini tarpin menorehkan prestasinya dengan mendaki Gunung Bromo dan Gunung Semeru. (cah/yon)