Lowokwaru (malangkota.go.id) – Akhir-akhir ini sebagian warga masyarakat cenderung terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti halnya saling mendemo, saling menghujat, dan kurang menjaga toleransi. Masyarakat sudah mulai lupa bahwa kita ini bersaudara dan lupa akan kemajemukan suku, bahasa dan agama.
Kita satu bangsa, satu tanah air, dan satu bangsa yang memiliki adat istiadat luhur. Kita harus sadar bahwa Indonesia adalah Negara yang besar dan memiliki berbagai keberagaman yang dari semua itu sebenarnya dapat melahirkan suatu keindahan serta persaudaraan yang kuat.
Beberapa hal itu disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri acara Kajian Ramadan 1438 H di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (3/5). Disampaikan Presiden Jokowi, untuk mengatasi berbagai kelupaan warga masyarakat itu ada tiga hal penting yang harus dicermati dan diperhatikan. Pertama yaitu semangat keagamaan yang telah diberi ruang selebar-lebarnya oleh Negara, dari sini merupakan suatu modal besar untuk mengembalikan lagi semangat ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah bagi semua umat.
“Yang kedua adalah pendidikan. Pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai agama, etika, integritas, kualitas, dan mentalitas yang kuat, sehingga akan terlahir atau dapat membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini mengingat persaingan antar bangsa ke depan akan semakin sengit. Dan akan percuma seseorang yang mempunyai ilmu tinggi jika tidak menerapkan nilai-nilai tersebut,” ungkap alumnus Fakultas Kehutanan UGm itu.
Yang ketiga, lanjutnya, adalah meningkatkan nilai-nilai persaudaraan antar umat beragama dan golongan. Menurutnya, dengan persaudaraan yang kuat, maka akan melahirkan sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati antar sesama. “Kita pun akan menjadi bangsa yang utuh dan tidak mudah goyah dihantam berbagai ancaman atau gangguan dari luar dengan pondasi yang kuat seperti ini,” jelasnya.
Diakhir pidatonya, Presiden Jokowi mengajak semua warga masyarakat untuk kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa yang besar. “Mari kita kembali pada etos kerja yang tinggi, kembali pada produktivitas yang tinggi, kembali kepada kedisiplinan nasional yang tinggi, serta budi pekerti dan kesopanan yang tinggi,” ajaknya.
“Untuk apa kita selalu menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak berguna, karena saat ini adalah eranya persaingan. Negara luar sudah memiliki banyak kemajuan di berbagai bidang, tapi bangsa ini hanya berkutat pada hal-hal tidak perlu. Mari kita isi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif, melahirkan generasi masa depan yang berdaya saing dan kembali menjadi bangsa yang besar,” pungkas. (say/yon)