(malangkota.go.id) – Kejadian aliran air disertai material batuan berukuran abu hingga pasir yang terjadi pada tanggal 19 Juli 2019 sekitar pukul 17.00 WIB adalah fenomena alam biasa dan tidak terkait langsung dengan aktivitas erupsi Gunung Bromo.
Hal itu disampaikan Kepala PGA Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Cemoro Lawang, Wahyu Adrian Kusuma, Sabtu (20/07/2019). Menurutnya, kejadian banjir diakibatkan karena hujan yang terjadi di sekitar Kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo bersamaan dengan kejadian erupsi yang menghasilkan abu vulkanik.
“Selain itu, morfologi kaldera Tengger merupakan topografi rendah yang dikelilingi oleh perbukitan sehingga jika terjadi hujan, aliran air akan bergerak ke arah dasar kaldera,” imbuhnya.
Wahyu mrnambahkan, endapan batuan di sekitar perbukitan Kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo umumnya terdiri dari produk jatuhan yang bersifat lepas, sehingga akan mudah tergerus oleh air hujan.
“Pengamatan cuaca sejak tanggal 1 hingga 18 Juli 2019 umumnya cuaca di sekitar Gunung Bromo cerah, berawan hingga mendung,” jelasnya.
Pada tanggal 19 Juli 2019 pukul 16.43 WIB, terang Wahyu, tercatat satu kali hujan gerimis. Curah hujan tercatat di Pos PGA Bromo sebesar 0.4 mm. “Aliran banjir berasal dari sisi barat daya lereng Gunung Bromo memutari Gunung Batok ke arah barat. Getaran banjir terekam di seismograph dengan amplitudo maksimum 1 mm dan lama gempa 3 menit 20 detik,” urainya
Hal senada juga disampaikan Humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Malang, Ponco Supriyandogo. Menurutnya, untuk saat ini kondisi cuaca di gunung Bromo sudah kembali normal, namun bagi wisatawan hendaknya tetap waspada dan berada di zona aman. “Wisatawan minimal berada di radius minimal 1 kilometer dari area wisata gunung Bromo,” pungkasnya. (say/yon)