Berancang-ancang merevisi Undang-Undang Bank Indonesia (BI), Komisi XI DPR RI meminta masukan dari para akademisi. Kegiatan yang dihadiri para pakar Perbankan dan perguruan tinggi se-Jawa Timur ini digelar di Universitas Brawijaya Malang, Jumat (5/6).
Dalam kegiatan ini banyak sekali masukan yang didapatkan, diantaranya adalah kritikan terhadap pemisahan wewenang antara Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya belajar dari negara yang ekonominya lebih kuat, kewenangan kedua lembaga itu tidak bisa dipisahkan tetapi justru harus bersinergi.
Ketua Komisi XI DPR RI, Fadel Muhammad sangat mengapresiasi atas banyaknya masukan dari diskusi yang dilakukan di UB ini yang tujuannya adalah agar BI semakin kuat. “Para akademisi menginginkan BI sebagai bank sentral harus semakin kuat. Revisi UU BI agar BI semakin kuat sangat diperlukan,” jelas Fadel, Jumat (5/6).
Fadel menambahkan, saran dan masukan dari perguruan tinggi yang memberikan pertimbangan dalam pembuatan aturan revisi UU BI sangatlah baik. Perubahan aturan perundang-undangan pada BI mutlak diperlukan agar bisa meningkatkan kondisi ekonomi. “Banyak pihak menginginkan perubahan agar peran BI bisa semakin kuat dalam menjaga stabilitas moneter dan keuangan,” tegas Fadel.
Terkait masih banyaknya tumpang tindih antara peran BI dan OJK juga menjadi perhatian tersendiri dari para peserta. Dimana peran BI dan OJK yang selama ini masih tumpang tindih harus dipertegas lagi agar bisa semakin baik.
Dalam kegiatan kali ini selain dari para akademisi, Komisi XI DPR RI juga meminta masukan dari berbagai lembaga lain diantaranya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). (cah/yon)