Artikel

Inilah Sosok Kartini Masa Kini Yang Patut Jadi Teladan

Kedungkandang, MC – Siti Nurhayati merupakan sosok yang bisa disebut Kartini masa kini. Warga Jl. Ki Ageng Gribig Gang 12 Kelurahan Lesanpuro Kecamatan Kedungkandang itu selama empat tahun terakhir berjuang dengan gigih dan tanpa pamrih di dunia pendidikan. Dia tak hanya mengajar di satu tempat, namun juga memimpin sebuah sekolah yang tempatnya terpisah.

Siti Nurhayati saat menularkan ilmunya kepada para siswanya dengan ruang kelas serta sarana seadanya
Siti Nurhayati saat menularkan ilmu kepada para siswanya dengan ruang kelas serta sarana seadanya

Dengan memanfaatkan rumah warga dan garasi rumahnya, Siti bersama empat orang guru yang ada memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada 36 siswa setingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan Taman Kanak-kanak. Saat ditemui setelah mengajar, Kamis (21/4), Siti terlihat santai dan ramah ketika diwawancarai beberapa awak media.

Perempuan berjilbab itu awalnya melihat banyak anak usia sekolah di lingkungan sekitarnya yang tidak dimasukkan ke lembaga pendidikan. Keadaan ekonomi masyarakat menjadi salah satu alasan kuat sehingga anak-anak yang seharusnya ada di bangku sekolah hanya bermain-main saja.

Dari situlah Siti terketuk hatinya untuk mendirikan sekolah ‘gratis’ agar anak-anak di sekitarnya dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan layak dan sama seperti anak-anak pada umumnya. “Untuk biaya, kami tidak memaksa. Wali murid yang mau menyumbang hanya dikenakan Rp 25 ribu setiap bulan, dan pembayarannya pun diangsur Rp 1.000 setiap hari melalui buku tabungan siswa,” jelasnya.

Bagi yang memang tidak mampu, lanjut Siti, tidak usah membayar tidak apa-apa. Dari dana yang dihimpun itu digunakan untuk membeli buku, kapur tulis, krayon, membayar listrik dan air, serta membelikan sembako bagi warga yang rumahnya digunakan untuk ruang kelas. “Warga yang rumahnya dipakai juga dari kalangan tidak mampu, sehingga kami harus membantu memenuhi biaya hidupnya,” ungkapnya.

Sementara itu, lanjut Siti, para guru yang mengajar kami beri honor antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu setiap bulannya. Namun terkadang ada juga guru yang tidak dibayar jika dana yang dimiliki habis. “Saya juga sering menggunakan uang pribadi ketika keuangan kami sedang kosong,” jelasnya.

“Saat ini sudah ada lahan saya lebih dari 1.000 meter persegi yang akan saya hibahkan dan digunakan sebagai sekolah permanen. Kami berharap ada bantuan dari pemerintah maupun swasta dalam pendirian sekolah ini. Kami ingin mencetak generasi muda yang berkualitas, khususnya dari kalangan keluarga tidak mampu ini,” pungkas Siti. (say/yon)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You may also like

Skip to content