Berita

Pajak Hiburan Akan Dikenakan Minimal 15 Persen

Kedungkandang (malangkota.go.id) – Menanggapi keluhan masyarakat dalam forum bertajuk ‘Kebijakan Pajak Hiburan dan Tontonan untuk Perkembangan Komunitas Musik Kota Malang’ yang diakomodir oleh Malang Musik Bersatu (MMB) dengan menghadirkan seniman, komunitas dan pemerhati musik serta pegiat event organizer di Museum Musik Indonesia (MMI) Gedung Gajayana Malang, Senin (26/2) malam, Pemerintah Kota Malang menegaskan bahwa penerapan pajak hiburan sebesar minimal 15 persen sudah mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku sejak tahun 2009.

Ilustrasi

Yaitu sejak diundangkannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kemudian dijabarkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda No 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

Disebutkan bahwa penyelenggaraan hiburan termasuk di dalamnya adalah semua jenis tontonan, pertunjukan dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran adalah termasuk sebagai objek pajak hiburan dan dikenakan Pajak Hiburan sebesar 15 persen.

Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggara hiburan insidentil yang dilaksanakan oleh hotel, kafe atau resto wajib memberitahukan setiap kegiatan kepada Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota Malang.

Sejak tahun 2009, hampir semua daerah di seluruh Indonesia wajib melaksanakan apa yang diamanatkan dalam undang-undang tentang pajak daerah tersebut, termasuk diantaranya mengenai pemungutan pajak hiburan sebesar minimal 15 persen untuk seluruh kegiatan jasa hiburan yang dilaksanakan oleh setiap warga negara Republik Indonesia.

“Aturan ini tidak hanya berlaku di Kota Malang, tapi juga di seluruh kota dan kabupaten se-Indonesia,” ungkap Sekretaris Daerah Kota Malang, Drs. Wasto, SH, MH, Selasa (27/02)

Pemkot Malang, lanjut Wasto, melaksanakan amanat secara penuh sesuai aturan tersebut baru pada tahun 2015. Jadi ada masa sosialisasi dan masa adaptasi selama enam tahun.

Sementara itu Ketua DPRD Kota Malang Drs. Abdul Hakim menambahkan bahwa semua regulasi yang sudah dijalankan Pemkot Malang mengacu peraturan dan undang-undang yang ada.

“Regulasinya ada. Jadi berjalan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pajak ini kan nantinya kembali untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan warga Kota Malang,” jelasnya lagi.

Ditambahkannya, terkait teknis atau mekanisme pemungutan pajak hiburan pun sudah jelas seperti diatur dalam Perda.

Untuk perhitungan pajak, akan didasarkan pada jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara pajak hiburan pada acara tersebut, antara lain harga tiket yang dijadikan sebagai harga tanda masuk (HTM), harga produk yang dijadikan sebagai HTM, dan harga meja atau table yang dijadikan sebagai HTM.

Sedangkan untuk selanjutnya, pembayaran pajak dapat dilakukan di Bank Jatim sesuai dengan berita acara yang telah ditandatangani bersama oleh penyelenggara hiburan bersama petugas BP2D.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang Dra. Ida Ayu Made Wahyuni, M.Si tak menampik bahwa eksistensi para seniman lokal perlu diperhatikan. “Seniman lokal kita hidupnya memang pas-pasan. Mungkin perlu pengecualian,” ucapnya.

Untuk penyelenggara hiburan, diharapkan agar tetap mengurus perizinan dan menginformasikan kepada dinas terkait. “Minimal kita tahu acara mereka seperti apa. Kalau mereka menggelar kegiatan di gedung mewah dan ditiketkan, tetap kita tarik pajak sesuai ketentuan. Tapi kalau seperti di Gedung Gajayana, selama ini sering kita gratiskan. Malah kita bantu dana untuk mereka,” terangnya.

Sementara itu, Kepala BP2D Kota Malang, Ir. Ade Herawanto, MT menegaskan bahwa sesuai amanah undang-undang, azas pajak adalah bersifat adil dan memaksa.

Adil, menurut mantan Kabag Humas Setda Kota Malang ini antara lain tetap memberi kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak yang tidak mampu, miskin atau bangkrut. Mereka yang keberatan juga bisa mengajukan keringanan tertulis sebelum mengadakan kegiatan jasa hiburan dan ketentuannya sudah diatur dalam Perda.

“Sedangkan sifat memaksa antara lain contohnya adalah silahkan saja melakukan tax avoidance, tidak mau bayar, demo bahkan memboikot. Tapi kami tetap menjalankan tugas sesuai amanat undang-undang yang berlaku. Karena konsekuensi hukumnya jelas, pelanggaran terhadap undang-undang pajak adalah pidana dan harus siap mempertanggungjawabkannya di depan penegak hukum dan bahkan bisa dianggap merugikan negara,” beber pria yang juga dikenal sebagai musisi tersebut.

Sam Ade d’Kross, demikian sapaan akrabnya, juga mengatakan bahwa selaku aparat pajak yang notabene juga bagian dari staf Pemkot Malang, pihaknya harus tetap bersikap obyektif, fairplay dan bekerja sesuai prosedur serta aturan yang berlaku tanpa terpengaruh oleh situasi politik.

“Namun demikian, semua kritik, masukan, saran dan keluhan masyarakat dari golongan apapun akan kami tampung dan kami kaji demi perbaikan-perbaikan ke depan. Baik dari aspek regulasi ataupun pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang perpajakan ke depannya,” tukasnya.

Apalagi saat ini pihak eksekutif dan legislatif Kota Malang juga sedang mematangkan revisi berbagai regulasi daerah seperti Perda dan Peraturan Walikota (Perwal).

“Bahkan dalam upaya melestarikan seni lokal dan budaya tradisional, dalam Perda tersebut Pemkot Malang pun juga sudah memasukkan unsur-unsur pembinaan yang bersifat stimulus. Yaitu untuk hiburan kesenian tradisional daerah, seperti tari-tarian, ketoprak, ludruk dan lain-lain tidak dipungut pajak. Ini sebagai bentuk perhatian dan dukungan riil Pemkot Malang akan eksistensi seni lokal dan budaya tradisional beserta para penggiatnya,” lanjutnya.

“Untuk itu, kami atas nama Pemerintah Kota Malang menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua elemen masyarakat yang telah memberi saran, masukan serta kritikan membangun demi kemajuan Bhumi Arema tercinta. Apalagi sebenarnya mereka yang memberi saran dan keluhan ini notabene adalah dulur-dulur dan sahabat-sahabat saya para penggiat musik di Kota Malang yang selama ini sering berinteraksi dengan saya di berbagai event maupun kegiatan musik dan kesenian,” tandasnya.

“Dalam kesempatan ini, saya mewakili seluruh petugas pajak BP2D dan juga atas nama Pemerintah Kota Malang minta maaf kepada para musisi, seniman, budayawan ataupun event organiser serta pengusaha cafe, pub dan bar jika ada ketidaknyamanan pada saat ditagih kewajiban pajaknya. Akan tetapi karena hal itu sudah merupakan kewajiban tiap warga negara yang baik, maka kami yakin apabila ada permasalahan tentang pembayaran pajak, semua akan bisa diselesaikan secara normatif dan baik-baik dengan mengacu pada aturan dan mekanisme yang berlaku,” pungkas Ade d’Kross. (say/yon)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You may also like

Skip to content