Blimbing (malangkota.go.id) – Permasalahan sampah dan keterbatasan lahan pertanian masih menjadi isu yang harus diselesaikan bersama. Sebagai salah satu upaya menyelesaikan problematika perkotaan ini, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Sektor Sumber Daya Alam dengan tema Pemanfaatan Sampah Organik Rumah Tangga Untuk Mendukung Kegiatan Urban Farming di Hotel Savana, Kamis (26/10/2023).

Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Sektor Sumber Daya Alam dengan tema Pemanfaatan Sampah Organik Rumah Tangga Untuk Mendukung Kegiatan Urban Farming

Kepala Bappeda Kota Malang Dwi Rahayu, SH, M.Hum menyampaikan bahwa isu lingkungan menjadi perhatian Pemerintah Kota Malang. “Beberapa isu permasalahan kota diantaranya adalah lahan pertanian. Selain itu permasalahan sampah juga masih menjadi perhatian. Timbunan sampah membutuhkan penanganan khusus untuk memperpanjang umur TPA. Juga, perlu adanya pemanfaatan sampah organik rumah tangga. Di samping untuk meningkatkan kebersihan lingkungan, pemanfaatan sampah organik dari rumah tangga diharap bisa mendukung program urban farming,” terang Dwi.

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh perangkat daerah terkait, pelaku UMKM, pokdarwis, pelaku urban farming, kelompok pembudidaya ikan, kelompok tani, Tempat Pengelolaan Sampah Reuse-Reduce-Recycle (TPS3R), hingga pemilah sampah ini, Dwi juga membeberkan bahwa timbulan sampah di Kota Malang sebanyak 247.388 ton per tahun atau sebesar 687 ton per hari. Sebagian besarnya merupakan sampah organik yang berpotensi untuk dapat dikelola menjadi kompos atau pupuk organik dan bisa juga dimanfaatkan untuk budidaya Maggot.

Makin terbatasnya luasan lahan pertanian di wilayah perkotaan juga mendorong digalakkannya intergrated urban farming di Kota Malang. Menurutnya, urban farming bisa dilakukan dengan memanfaatkan pekarangan atau teras rumah atau berkebun di atap atau balkon rumah.

“Kita juga bisa bercocok tanam dengan metode tumpang sari dan secara bersamaan memelihara ikan dengan menggunakan sistem budikamber (budidaya ikan dalam ember). Jadi selain bisa menanam sayur dan buah bisa juga menjadi tempat memelihara lele dan ikan nila. Tidak membutuhkan lahan yang luas,” jelasnya lagi.

Kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikan isu permasalahan SDA di Kota Malang menurut Dwi sangat diperlukan, seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan), Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), TPA Supit Urang, juga intansi terkait dan komunitas. Masing-masing satuan kerja tersebut diharap mampu berkontribusi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

“Kami harap kita bisa saling bersinergi, bekerja sama. Jadi ada koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi perencanaan pembangunan daerah subbidang SDA dengan para pemangku kepentingan di pusat, provinsi, dan perangkat daerah di lingkungan Pemkot, serta para pemangku kepentingan lainnya,” harapnya.

Akademisi dari Jurusan Teknik Lingkungan ITN Malang, Sudiro menyampaikan bahwa 47 persen sampah di Kota Malang berasal dari sampah rumah tangga. Sementara sebanyak 54,39 persen berupa sisa makanan. “Sampah ini bisa kita manfaatkan sebagai kompos, pakan ternak, juga biogas. Jadi sampah bukan barang yang tidak berguna, tapi sampah adalah bagian dari sumber daya,” ucapnya.

Pihaknya juga sangat mendukung gerakan urban farming yang terus dikuatkan oleh Pemkot Malang. “Banyak manfaat dari urban farming yang bisa kita rasakan. Pertama, lingkungan dan kesehatan lingkungan serta pemanfaatan ruang yang berkelanjutan. Urban farming juga bisa meningkatkan ekonomi dan ketahanan pangan mulai dari lingkup keluarga. Selain itu, dengan bercocok tanam di rumah tentu akan meningkatkan keindahan kota serta bisa juga dijadikan rekreasi,” bebernya.

Menambahkan, Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Riyanti Isaskar menyebutkan sampah organik yang mendominasi TPA juga bisa dimanfaatkan menjadi eco enzyme/ eko enzim (EE) atau nama lainnya Garbage Enzymes (GE). Diketahui bahwa ezo enzyme memiliki berbagai manfaat, seperti untuk pembersih alami (deterjen, sabun, pembersih lantai), membantu proses penyembuhan berbagai luka, meningkatkan kualitas udara, air, dan tanah, hingga mampu meningkatkan kesuburan tanah.

“Eco enzyme ini adalah cairan alami hasil pengolahan sampah organik, gula, dan air yang difermentasikan selama minimal tiga bulan. Eco enzyme adalah alternatif alami daripada bahan kimia sintetis berbahaya di rumah. Eco enzyme juga salah satu solusi untuk mengurangi beban TPA,” ungkap perempuan yang merupakan penggiat eco enzyme ini. (ari/yon)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You may also like

Skip to content